Kamis, 23 April 2009

BMT Bina Ihsanul Fikri: Bidik Peluang Pertanian

Walau Indonesia dikenal sebagai negara agraris, pembiayaan lembaga keuangan syariah ke sektor pertanian terbilang cukup minim. Namun, bagi BMT Bina Ihsanul Fikri sektor tersebut menjadi fokus pembiayaan. Di tahun ini pun ditargetkan porsi pembiayaan meningkat 10 persen.

Walau pertanian belum menjadi sektor pembiayaan yang mayoritas, namun BMT Bina Ihsanul Fikri berkomitmen untuk meningkatkan pembiayaan ke sektor tersebut. Di tahun lalu komposisi pembiayaan mayoritas disalurkan ke perdagangan (70 persen), pertanian (20 persen), dan jasa (10 persen). Direktur BMT Bina Ihsanul Fikri, M Ridwan mengatakan, sektor pertanian masih memiliki potensi cukup besar karena itu pihaknya akan meningkatkan porsi pembiayaan ke sektor tersebut.

Untuk mendukung suksesnya pembiayaan sektor pertanian, BMT memberikan pendampingan manajerial kepada para petani. Sementara, untuk pendampingan teknis bekerja sama dengan sebuah perusahaan untuk membuat kompos. ''Untuk pendampingan pembiayaan kita sinergikan antara pertanian, peternakan, dan energi terbarukan sehingga dapat bermanfaat pada masyarakat,'' kata Ridwan.

Saat ini, BMT yang telah berusia 13 tahun ini juga sedang fokus melakukan pembiayaan revitalisasi petani-petani kakao di tiga desa di kecamatan Kalibawang, Kulonprogo, yaitu Banjarharjo, Banjarsari, dan Banjararum. Selain sektor pertanian, fokus pembiayaan juga dilakukan untuk kredit pemilikan rumah syariah (KPRS) bersubsidi, bekerja sama dengan Kementerian Negara Perumahan Rakyat.

Di 2008 BMT menyalurkan KPRS bagi 115 unit rumah. Ridwan mengatakan, meski di tahun ini BMT memiliki kuota bagi 100 unit rumah, namun pihaknya menargetkan penyaluran bagi 200 unit rumah. ''Saat ini kita sedang mengajukan tambahan ke Menpera,'' imbuh Ridwan.

Sementara, untuk mensiasati persaingan antaralembaga keuangan syariah di sektor mikro yang semakin kompetitif BMT Bina Ihsanul Fikri melakukan pendekatan secara personal melalui kunjungan langsung kepada anggota dan pengajian minimal satu bulan sekali bagi nasabah pembiayaan dengan sistem berkelompok (tanggung renteng). Ridwan mengatakan untuk mempertahankan kedekatan BMT dengan anggotanya maupun calon nasabah, di tahun ini BMT melakukan pendekatan personal kepada para pedagang di pasar setiap bulannya. ''Kita melakukan pendekatan langsung kepada calon nasabah maupun yang sudah menjadi anggota walau hanya sekedar menyapa saja,'' kata Ridwan.

Dalam usaha menggaet nasabah BMT melakukan sosialisasi ke masjid, arisan, maupun kelompok pengajian. ''Selain itu di setiap bulan Syawal kami juga selalu melakukan halal bihalal dengan para pedagang pasar,'' imbuh Ridwan.

Untuk meningkatkan kinerja di tahun ini, BMT Bina Ihsanul Fikri pun berencana melakukan ekspansi di dua daerah, yaitu Klaten dan Bantul atau Sleman. Pemilihan Klaten sebagai salah tujuan ekspansi adalah karena jumlah BMT di sana belum terlalu banyak. ''Persaingan di sana belum terlalu seketat sebagaimana yang terjadi di Yogyakarta,'' ujar Ridwan.

Sementara, pemilihan Bantul sebagai salah satu calon adalah karena pihaknya membidik kehadiran pasar baru di wilayah tersebut dan Sleman terpilih karena adanya nasabah BMT yang berdomisili di sana. Hingga kini BMT yang berdiri sejak 11 Maret 1996 ini memiliki enam kantor cabang di kota Yogya (empat unit), Bantul, dan Sleman.

Selain merambah pasar Yogyakarta dan Jawa Tengah, Ridwan mengungkapkan pihaknya berencana memperluas jaringan hingga Jawa Timur, khususnya di Magetan, Pacitan, Madiun, dan Banyuwangi pada 2011. Adanya sejumlah nasabah yang berasal dari kota tersebut menjadi salah satu alasan untuk memperluas kantor. Di tahun ini BMT Bina Ihsanul Fikri menargetkan aset meningkat menjadi Rp 18,6 miliar, pembiayaan Rp 13 miliar, funding Rp 9,5 miliar, pinjaman pihak lain Rp 4 miliar, dan laba Rp 196 juta.Rata Penuh

Rabu, 22 April 2009

Perlu Capres yang Mendukung Ekonomi Syariah

JAKARTA – Pemilu legislatif telah usai dan kini Indonesia menyongsong pemilihan presiden. Rata PenuhMenjelang pilpres pun diharapkan akan hadir capres yang mendukung pengembangan ekonomi syariah.

Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Muhammad Syakir Sula mengatakan dalam pilpres mendatang diharapkan munculnya capres yang mendukung ekonomi syariah di Indonesia.

Ia pun menyayangkan elit politik saat ini belum ada yang angkat bicara mengenai ekonomi syariah, padahal saat ini negara-negara seperti Inggris, Hong Kong, Australia mulai menawarkan ekonomi syariah sebagai suatu alternatif.

“Capres mendatang setidaknya mengangkat kabinet yang paham mengenai ekonomi syariah atau memiliki program-program yang peduli terhadap pengembangan ekonomi syariah di Indonesia,” kata Syakir kepada Republika, Selasa (21/4).

Ekonomi syariah pun, lanjutnya, identik dengan ekonomi pro rakyat karena menyalurkan pembiayaan kepada sektor riil. Saat ini, tambah dia, ekonomi Indonesia lebih cenderung pro pasar, sehingga jumlah rakyat miskin tak terlalu menurun signifikan. “Pasar saham saat ini cenderung stabil tapi hal itu tidak berdampak pada masyarakat karena Indonesia cenderung pro pasar,” kata Syakir.

Pemerintah saat ini, lanjutnya, sudah memiliki kepedulian terkait dengan regulasi. Namun ternyata hal tersebut belum cukup mendorong signifikan market share industri keuangan syariah yang masih berada di level dua persen. “Dalam beberapa pidato presiden cukup bagus tapi baru sebatas retorika. Setidaknya perlu ada kebijakan yang mendukung pengembangan ekonomi syariah,” kata Syakir.

Dukungan pemerintah melalui disahkannya UU Perbankan Syariah dan SBSN diakui Syakir cukup memberi ruang. Namun, lanjut dia, seharusnya hal tersebut tak terbatas dari sisi legal saja tetapi juga ada kebijakan dari pemerintah.

Misalnya, kata Syakir, dengan menempatkan dana pemerintah di bank syariah dan pembiayaan proyek pemerintah melalui bank syariah. “Saat ada proyek pemerintah atau penyimpanan dana paling tidak 50 persen ditaruh di bank syariah. Itu namanya keberpihakan bagi ekonomi syariah,” ujar Syakir.

Menurut Syakir jika dana pemerintah disimpan di bank syariah, maka hal tersebut akan berdampak pada rakyat. Pasalnya bank syariah memiliki segmen masyarakat menengah ke bawah dan menyalurkan pembiayaan ke sektor riil sehingga benar-benar memiliki dampak bagi rakyat kecil.

Sangat Diperlukan

Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Mustafa Edwin Nasution mengatakan pemimpin Indonesia yang mengerti tentang perkembangan ekonomi syariah sangat diperlukan saat ini. Pasalnya perkembangan ekonomi syariah di sejumlah negara sudah mulai maju. “Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar jangan sampai ketinggalan dalam pengembangan ekonomi syariah ini,” kata Mustafa.

Saat ini masih terjadi perdebatan mengenai pengembangan ekonomi syariah, karenanya Mustafa menambahkan perlu dukungan program dan kebijakan dari pemerintah. Ia juga menambahkan partai politik yang ada saat ini sehendaknya memahami gerak langkah ekonomi syariah.

Pengamat ekonomi, Aviliani menyetujui pengembangan ekonomi syariah, namun hal tersebut memerlukan perjuangan cukup panjang. Untuk mengembangkan sistem ekonomi syariah, lanjut dia, tak semudah membalikkan telapak tangan apalagi di era globalisasi saat ini.

“Untuk implementasi sepertinya tidak mudah. Kita belum melihat capres yang mengangkat isu ekonomi syariah,” kata Aviliani. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai ekonomi syariah pun harus terus ditingkatkan. Pasalnya belum seluruh masyarakat mengetahui tentang ekonomi syariah.

Sementara mengenai kebijakan menaruh dana pemerintah di bank syariah Aviliani mengatakan hal tersebut harus didukung pula oleh jaringan kantor. “Pemerintah pasti ingin menyalurkan dana sampai pelosok. Jaringan masih menjadi kendala bagi perbankan syariah,” kata Aviliani.

Senin, 20 April 2009

Masuk Mikro, Perlu Dukungan Infrastruktur

Memasuki pembiayaan usaha mikro, perbankan syariah memerlukan strategi dan infrastruktur memadai. Usaha mikro memiliki layanan berbeda dan massal yang memerlukan dukungan infrastruktur.

Hal itu dinyatakan Kepala Divisi Riset dan Manajemen Proyek Karim Business Consulting, Alfi Wijaya. Menurut Alfi, karakteristik usaha mikro memerlukan kesiapan infrastruktur yang memadai. "Untuk masuk ke sana butuh waktu dan persiapan, seperti infrastruktur, kantor dan SDM," ujar Alfi kepada Republika, akhir pekan lalu. Jika bank berkomitmen untuk fokus ke sana, lanjut Alfi, setidaknya membutuhkan waktu antara 1-1,5 tahun untuk mempersiapkan infrastruktur teknologi, SDM, dan jaringan.

Dalam mengembangkan segmen pembiayaan ke mikro, menurut Alfi, juga diperlukan konsistensi dalam menjalankannya. Alfi mengatakan, tidak ada ruang untuk para pemain setengah hati atau medioker dalam bisnis mikro.
"Saat memutuskan masuk ke mikro jangan setengah-setengah karena dia mempunyai nature berbeda dengan sektor lainnya. Harus tetap dipertahankan dan jaga apa yang sudah ada,"ujar Alfi.

Alfi mengatakan, setidaknya ada lima hal yang membuat usaha mikro tetap menarik. Pertama, usaha mikro memiliki potensi pasar besar karena jumlahnya banyak dan terbukti usaha tersebut tetap bertahan dari krisis ekonomi. Kedua, margin pembiayaan bisa lebih tinggi dan menguntungkan bank dibanding pembiayaan lain. "Marginnya biasanya bisa sampai 15-16 persen. Menguntungkan buat bank,"kata Alfi.

Hal ketiga, usaha mikro tak terlalu sensitif terhadap pricing yang diberikan. Padahal jika dihitung itu memiliki persentase yang lebih tinggi. Keempat, loyalitas nasabah pun sangat tinggi. "Nasabah mikro, jika sudah percaya satu bank tidak akan pindah. Berbeda dengan korporasi yang memperhitungkan margin yang diberikan setiap bank,"kata Alfi. Hal terakhir yang membuat usaha mikro tetap menarik adalah dukungan regulator dan pemerintah kepada lembaga keuangan untuk membiayai segmen usaha mikro.

Untuk pembiayaan ke usaha mikro saat ini sebagian besar perbankan syariah menyalurkan melalui linkage program dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) atau Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Bank syariah yang saat ini fokus mengembangkan usaha mikro adalah Bank Mega Syariah (BMS) melalui Mega Mitra Syariah.

Direktur Bisnis BMS, Ani Murdiati, mengatakan, layanan yang diberikan melalui Mitra Mega Syariah memiliki proses cukup cepat, dimana dalam waktu empat hari uang akan cair. "Dalam memasarkan produk kita juga melakukan direct selling dengan mendatangi langsung para nasabah mikro,"kata Ani.

Mega Mitra memiliki dua produk yaitu M50 dan M500. M50 adalah pembiayaan di bawah Rp 50 juta dan non collateral, sementara M500 adalah pembiayaan maksimal Rp 500 juta dan harus memiliki jaminan. Hingga kuartal I tahun ini Mitra Mega menyumbang outstanding pembiayaan sebesar Rp 1,2 triliun dari total pembiayaan Rp 2,3 triliun. Per Maret 2009 BMS mencatat total asset Rp 3,3 triliun dan DPK Rp 2,9 triliun.
Subscribe to bisnis_syariah

Powered by us.groups.yahoo.com

Mau Klik Iklan diBayar Rupiah???