Rabu, 09 Desember 2009

BSM Targetkan 130 Cabang Baru

SRAGEN--Bank Syariah Mandiri (BSM) menargetkan menambah 130 kantor cabang baru di seluruh Indonesia pada 2010 untuk meningkatkan layanan kepada nasabah. "Hingga menjelang akhir 2009 kami telah membuka 376 'outlet' di seluruh Indonesia," kata Kepala Divisi Jaringan Bank Syariah Mandiri Edwin Iswan Siregar di Sragen, Selasa (8/12).

Gerai yang ada saat ini, kata dia, mendapat apresiasai yang positif dari masyarakat Indonesia. "Hal tersebut ditunjukkan dengan pertumbuhan jumlah nasabah dan penyaluran dana sebesar 35 persen," kata Edwin saat peresmian Bank Syariah Mandiri Kantor Kas Sragen.

Tren positif tersebut mendorong Bank Syariah membuka jaringan ke sejumlah daerah lain di Indonesia yang belum terdapat kantor cabang bank tersebut. Selain itu, kata dia, Bank Syariah Mandiri juga akan meningkatkan status pada 170 kantor cabang pembantu menjadi kantor cabang. "Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabah Bank Syariah Mandiri," kata dia.

Menurut dia, tren positif terhadap bank syariah, terutama Bank Syariah Mandiri disebabkan bagi hasil yang lebih besar pada bank jenis tersebut dibandingkan bank umum. Selain itu, lanjutnya, ada produk yang lebih beragam dari bank syariah, salah satunya adalah jasa talangan haji yang ditawarkan Bank Syariah Mandiri, yang menjadi salah satu daya tarik nasabah."Melihat tren positif tersebut, kami optimistis untuk meraih terget pertumbuhan sebesar 40 persen pada 2010," kata Edwin Iswan Siregar.

Sementara itu, kepala kantor "outlet" baru Bank Syariah Mandiri di Kabupaten Sragen Topo Sutanto mengatakan, pihaknya optimistis dapat meraih pasar di daerah tersebut. "Saat ini kami menargetkan kalangan umum di Sragen sebagai nasabah kami karena karakteristik daerah ini bukan sebagai kota jasa dan industri," kata dia. Melihat tren positif di daerah-daerah lain di Indonesia, kata Topo, pihaknya optimistis dapat meraih hasil serupa di Sragen. ant/taq

Selasa, 10 November 2009

Tinjauan Syariah Produk Deposito Mudhorobah

1. PENDAHULUAN

Dalam hal strategi pengembangan perbankan syariah dan produk-produknya, Indonesia memilih pendekatan yang bertahap dan berkesinambungan (gradual and sustainable) yang sesuai Syariah (comply to Sharia principles) dan tidak mengadopsi akad-akad yang kontroversial. Pendekatan yang bertahap dan berkesinambungan memungkinkan perkembangan yang sesuai dengan keadaan dan kesiapan pelaku tanpa dipaksakan serta membentuk sistem yang kokoh dan tidak rapuh. Sementara itu, pendekatan yang berhati-hati yang sesuai dengan prinsip Syariah menjamin produk-produk yang ditawarkan terjamin kemurnian Syariah-nya dan dapat diterima masyarakat luas dan dunia internasional.

Dengan strategi pengembangan yang dipilih, perbankan syariah di Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu sistem perbankan syariah dalam dual financial system yang paling sesuai dengan ketentuan Syariah. Selain itu, pengembangan perbankan syariah memiliki dampak positif terhadap pengembangan sektor lain dengan prinsip Syariah.

Setelah bank syariah pertama berdiri pada tahun 1992, asuransi syariah atau Takaful mulai muncul pada tahun 1994 dengan berdirinya Asuransi Takaful Keluarga. Setelah itu, muncul Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan pengelompokan saham-saham 30 emiten yang dipandang paling mendekati kriteria syariah.

Meskipun demikian, setiap saat tetap diperlukan kajian-kajian terhadap produk-produk perbankan syariah untuk memastikan kesesuaian dengan kaidah-kaidah syariah sehingga perkembangan perbankan syariah bersifat menyeluruh, baik dari segi kuantitas dengan menjangkau masyarakat yang lebih luas maupun kualitas dengan memenuhi seluruh kaidah-kaidah syariah.

1.1 Latar Belakang

Bank Syariah berfungsi sebagai penghimpun dana dari nasabah dan penyalur dana bagi kegiatan sector riil. Salah satu dasar hukum yang digunakan adalah Mudharabah.
Mudharabah dijadikan landasan hukum untuk produk Deposito Mudharabah yang bertujuan menghimpun dana nasabah dan menyalurkannya dalam bentuk Pembiayaan Mudharabah. Kedua produk tersebut ditawarkan dengan skema bagi hasil. Pada Deposito Mudharabah, nasabah sebagai shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan keuntungan Bank. Pada Pembiayaan Mudharabah, Bank sebagai shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan keuntungan Mudharib.

Untuk mencermati lebih jauh bagaimana kesesuaian produk Bank Syariah, khususnya Deposito Mudharabah dan Pembiayaan Mudharabah, dengan sistem Mudharabah dalam literatur fiqih maka disusunlah kajian syariah terhadap produk tersebut yang dituangkan ke dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dewasa ini Perbankan Syariah mengimplementasikan Fiqh Mudharabah dalam bentuk produk Deposito Mudharabah dan Pembiayaan Mudharabah. Mengingat kemungkinan timbulnya pergeseran ‘nilai’ yang mungkin terjadi, diperlukan kajian syariah terhadap kedua produk tersebut sehingga dapat dinilai sejauh mana kesesuaian produk tersebut dengan kaidah fiqh-nya.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Sejauh mana Deposito Mudharabah dan Pembiayaan Mudharabah sebagai Produk Perbankan Syariah telah memenuhi kaidah-kaidah Syariah/Fiqh?

2. LANDASAN SYARIAH MUDHARABAH

Dalam Fiqh Muamalah Mudharabah merupakan salah satu bentuk kerjasama antara Shahibul maal (investor) dengan seorang pihak kedua (Mudharib) yang berfungsi sebagai pengelola dalam berdagang. Istilah Mudharabah oleh ulama fiqh Hijaz disebutkan dengan Qiradh.

2.1 Definisi menurut Fiqh

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usaha.

Secara terminologi, para Ulama Fiqh mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh dengan:
“Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan”.

Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu ciri utama dari kontrak ini adalah bahwa keuntungan, jika ada, akan dibagi antara investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian, jika ada, akan ditanggung sendiri oleh si investor.

Berdasarkan Kamus Populer Keuangan dan Ekonomi Syariah, Mudharabah didefinisikan sebagai penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharrib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) diterangkan bahwa dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan dana lembaga keuangan syari’ah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

2.2 Hukum Mudharabah

Secara eksplisit Al-Qur’an tidak menjelaskan langsung mengenai hukum Mudharabah, namun Al-Qur’an memuat akar kata dl-r-b yang darinya kata Mudharabah diambil. Mekipun ayat-ayat Al-Qur’an tersebut memiliki kaitan yang cukup jauh dengan Mudharabah. Dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan arti “perjalanan” atau “perjalanan untuk tujuan dagang”.

Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk saling membantu antara rab al-mal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib). Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd (w.595/1198) dari madzhab Maliki bahwa kebolehan akad mudharabah merupakan suatu kelonggaran yang khusus.

Meskipun mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh al-Qur‟an atau Sunnah, ia adalah sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam, dan bentuk dagang semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai tulang punggung perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh.

Dasar hukum yang biasa digunakan oleh para Fuqaha tentang kebolehan bentuk kerjasama ini adalah firman Allah dalam Surah al-Muzzammil ayat 20 :

“....dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah....” (Al-muzammil : 20).

Dan dalam Surah al-Baqarah ayat 198 :

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari Tuhanmu....”. (al-Baqarah : 198).

Kedua ayat tersebut di atas, secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah, yang secara bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah SWT di muka bumi.

Kemudian dalam Sabda Rasulullah SAW. dijumpai sebuah riwayat dalam kasus mudharabah yang dilakukan oleh Abbas Ibn al-Muthalib yang artinya :

“Tuan kami ‘Abbas Ibn Abd al-Muthalib’ jika menyerahkan hartanya (kepada seorang yang pakar dalam perdagangan) melalui akad mudharabah, dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembah-lembah, dan tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit tidak dapat bergerak atau berjalan. Jika (ketiga) hal itu dilakukan, maka pengelola modal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakanAbbas Ibn Abd al-Muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Rasul membolehkannya”. (HR. Ath-Tabrani).

Dikatakan bahwa Nabi dan beberapa Sahabat pun terlibat dalam kongsi-kongsi Mudharabah. Menurut Ibn Taimiyyah, para fuqaha menyatakan kehahalan mudharabah berdasarkan riwayat-riwayat tertentu yang dinisbatkan kepada beberapa Sahabat tetapi tidak ada Hadits sahih mengenai mudharabah yang dinisbatkan kepada Nabi.

2.3 Rukun dan Syarat

Dalam hal rukun akad mudharabah terdapat beberapa perbedaan pendapat antara Ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun akad mudharabah adalah Ijab dan Qabul.

Sedangkan Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun akad mudharabah adalah terdiri atas orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan kad; tidak hanya terbatas pada rukun sebagaimana yang dikemukakan Ulama Hanafiyah, akan tetapi, Ulama Hanafiyah memasukkan rukun-rukun yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain Ijab dan Qabul sebagai syarat akad mudharabah.

Adapun syarat-syarat mudharabah, sesuai dengan rukun yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah :

1. Orang yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.
2. Mengenai modal disyaratkan: a) berbentuk uang, b) jelas jumlahnya, c) tunai, dan d) diserahkan sepenuhya kepada mudharib (pengelola). Oleh karenanya jika modal itu berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh tidak dibolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.
3. Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan dagang itu.

2.4 Klasifikasi Mudharabah

Kerja sama Mudharabah dikelompokan menjadi 2 (dua), yaitu:

• Mudharabah Muthlaqah, Adalah sistem mudharabah yang dalam hal ini, pemilik modal (shahib al mal atau investor) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu, ataupun dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada mudhaarib (pengelola modal) untuk melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.

• Mudharabah Muqayyadah, Dalam hal ini pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha, tempat, waktu, ataupun pihak-pihak yang dibolehkan bertransaksi dengan mudharib.

Persyaratan pada jenis yang kedua ini diperselisihkan para ulama mengenai keabsahannya. Namun yang rajih, pembatasan tersebut berguna dan sama sekali tidak menyelisihi dalil syar’i, karena hanya sekedar ijtihad dan dilakukan berdasarkan kesepakatan dan keridhaan kedua belah pihak, sehingga wajib ditunaikan. Demikianlah yang dirajihkan oleh penulis kitab Al-Fiqh Al-Muyassar halaman.187

2.5 Fatwa DSN

Pertama : Ketentuan Pembiayaan:

1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.

2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.

3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).

4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.

7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.

9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:

1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:

1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.

2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.

3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.


3. PRODUK PERBANKAN SYARIAH: DEPOSITO MUDHARABAH

Pembahasan mudharabah dalam Perbankan Islam lebih cenderung bersifat aplikatif dan praktis, jika dibandingkan dengan literatur fiqh yang bersifat teoritis. Kontrak mudharabah bank-bank Islam saat ini sudah menjamur diseluruh dunia, terutama di Timur Tengah. Perbankan Islam telah menjadi istilah yang sudah tidak asing baik di dunia Muslim maupun di dunia Barat. Istilah tersebut mewakili suatu bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha menyediakan layanan-layanan bebas „bunga‟ kepada para nasabah.

Umumnya, kontrak mudharabah digunakan dalam perbankan Islam untuk tujuan dagang jangka pendek dan untuk suatu kongsi khusus. Kontrak-kontrak tersebut yang ada seringkali berarti jual-beli barang, yang menunjukkan sifat dagang dari kontrak ini19. Para nasabah bank Islam mengikuti kontrak-kontrak mudharabah dengan bank Islam. Mudharib (nasabah) setelah menerima dukungan pendanaan dari bank, membeli sejumlah atau senilai tertentu dari barang yang sangat spesifik dari seorang penjual dan menjualnya kepada pihak ketiga dengan suatu laba. Sebelum disetujuinya pendanaan, mudharib memberikan kepada bank segala perincian mendetail yang terkait dengan barang, sumber dimana barang dapat dibeli serta semua biaya yang terkait dengan pembelian barang tersebut. Kepada bank mudharib menyajikan pernyataan-pernyataan finansial yang disyaratkan menyangkut harga jual yang diharapkan, arus kas (cash flow) dan batas laba (profit margin), yang akan dikaji oleh bank sebelum diambil keputusan apapun tentang pendanaan. Biasanya bank akan memberi dana yang diperlukan jika ia telah cukup puas dengan batas laba yang diharapkan atas dana yang diberikan.


3.1 Paket Produk Deposito Mudharabah

• Deposito BSM adalah produk investasi berjangka waktu tertentu dalam mata uang rupiah yang dikelola berdasarkan prinsip Mudharabah Muthlaqah.
• "Merupakan pilihan investasi dalam mata uang rupiah maupun USD dengan jangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan yang ditujukan bagi Anda yang ingin berinvestasi secara halal, murni sesuai syariah. Dana Anda akan diinvestasikan secara optimal untuk membiayai berbagai macam usaha produktif yang berguna bagi kepentingan Ummat."
• Deposito dengan prinsip mudharabah adalah simpanan nasabah untuk ikut menginvestasikan dananya di Bank yang diperjanjikan untuk jangka tertentu 1,3,6,12 dan 24 bulan dan akan mendapatkan imbalan bagi hasil yang disepakati bersama atas hasil usaha bank, disamping itu nasabah dapat mensyaratkan investasinya pada usaha tertentu atas keinginannya.

Karakteristik:
a. Jangka waktu yang fleksibel antara 1, 3, 6 dan 12 bulan
b. Deposito tidak dapat dicairkan sebelum jatuh tempo
c. Fasilitas Automatic Roll Over
d. Bagi hasil dapat menambah pokok deposito, ditransfer, atau dipindahbukukan ke rekening tabungan atau giro.
e. Dapat digunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk referensi Bank Muamalat.
Manfaat:
• Dana aman dan terjamin, sesuai penjaminan pemerintah
• Mendapatkan bagi hasil yang kompetitif
• Dapat dijadikan jaminan dana talangan/pembiayaan.
• Memperoleh bagi hasil yang sangat menarik setiap bulan.
• Investasi disalurkan untuk pembiayaan usaha produktifyang halal.
• Aman dan terjamin.
• Bagi Hasil yang kompetitif setiap bulan dengan nisbah antara Bank:Nasabah sebagai berikut ;
1. Jangka Waktu 1 Bulan nisbah Bank:Nasabah (38%:62%)
2. Jangka Waktu 3 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)
3. Jangka Waktu 6 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)
4. Jangka Waktu 12 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)
5. Jangka Waktu 24 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)
• Membantu Perencanaan investasi anda
• Membantu Pengembangan UKM
• Perpanjangan jangka waktu dapat dilakukan secara otomatis
• Pemindah bukuan bagi hasil secara otomatos (online) ke rekening anda.
Peruntukkan:
1. Individu/Perorangan
2. Badan Usaha/Badan hukum.
Persyaratan:
Dokumen/Biaya Perorangan Perusahaan/Badan Hukum
Kartu Identitas KTP/SIM/Paspor Nasabah 1. KTP Pengurus
2. Akte Pendiri
3. SIUP
4. NPWP
Min setoran awal Rp500.000,- Rp1.000.000,-
Biaya Administrasi Break Deposito Rp30.000,- Rp30.000,-
Biaya Materai Rp6.000,- Rp6.000,-
Contoh Perhitungan:
Deposito Ibu Fitri Rp1.000.000,- berjangka waktu 1 bulan. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara bank dan nasabah adalah 48:52. Bila dianggap total saldo deposito semua deposan adalah Rp200.000.000,- dan pendapatan bank yang dibagi-hasilkan untuk deposan adalah Rp3.000.000,- maka bagi hasil yang didapat oleh Ibu Fitri adalah:
Rp1.000.000,-
Rp200.000.000,- x Rp3.000.000,- x 52 % = Rp7.800,-
(sebelum dipotong pajak)

3.2 Pembiayaan Mudharabah
3.3 Skema Pengelolaan Produk Deposito Mudharabah & Pembiayaan Mudharabah
Implementasi Mudharabah dalam pengelolaan produk Deposito Mudharabah adalah sebagai berikut:

• Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal; harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
• Hasil dan pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara:
o Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
o Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
• Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyeleweng-an, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewa¬jiban, dapat dikenakan sanksi administrasi.

Modal

Kontrak-kontrak mudharabah bank Islam menentukan jumlah modal yang digunakan dalam kongsi. Ringkasnya, tidak ada dana tunai yang diberikan kepada mudharib. Jumlah modal diangsur ke dalam rekening mudharabah yang oleh bank dibuka untuk tujuan pengelolaan mudharabah. Karena umumnya mudharabah untuk tujuan pembelian barang-barang tertentu, maka bank sendirilah yang melakukan pembayaran kepada penjual. Dana-dana yang diberikan oleh bank sebagai modal tidak dalam penanganan mudharib dan ia tidak dapat menggunakannya untuk tujuan lain.
Bagaimanapun juga, bank Islam, misalnya, menyatakan dalam kontrak mudharabah mereka bahwa mudharib tidak boleh menggunakan dana yang diberikan kepadanya untuk tujuan apapun selain yang telah ditetapkan dalam kontrak20, sebuah kalusul yang tampaknya agak kurang berarti dalam praktik.

Manajemen
Mudharib menjalankan mudharabah dan mengatur pembelian, penyimpanan, pemasaran, dan penjualan barang. Kontrak menetapkan secara detail bagaimana ia harus mengelola mudharabah. Mudharib harus memastikan bahwa deskripsi yang benar tentang barang telah tersedia pada saat pengajuan pendanaan. Ia pribadi bertanggung jawab atas segala kerugian atau biaya yang diakibatkan oleh suatu kesalahan atas spesifikasi karena bank tidak akan menanggung segala kerugian semacam ini. Ia harus menyimpannya baik-baik. Ringkasnya, mudharib harus mematuhi syarat-syarat terinci dari kontrak dalam kaitannya dengan manajemen kongsi, syarat-syarat yang mana umumnya ditentukan oleh bank.

Jangka Waktu
Jangka waktu yang digunakan dalam kontrak mudharabah umumnya ditetapkan oleh bank Islam, karena kontrak mudharabah juga umumnya digunakan untuk tujuan dagang jangka pendek. Kontrak mudharabah dalam bank Islam hendaknya mengklirkan (liquidated) dan modal bank beserta keuntungannya diserahkan pada waktu yang telah ditentukan dalam kontrak, karena ada batas laba dari dana bank dihitung dengan mempertimbangkan jatuh tempo kontrak.
Dari sudut pandang bank, sedikit saja penguluran dari waktu yang telah ditetapkan akan menempatkan bank dalam risiko, karena hal ini tidak akan memungkinkan dengan bank untuk mengubah rasio keuntungan yang sejak awal telah disepakati.

20 JIB, Contract of Mudharabah; IIBD, Contract of Mudharabah.
Karena rasio keuntungan masih tetap konstan selama jangka waktu mudharabah, suatu penguluran dapat berarti pengurangan keuntungan atas modal yang diberikan. Beberapa bank Islam bahkan melangkah lebih jauh lagi dengan mengusulkan bahwa jika mudharib tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan dana selama jangka waktu yang telah ditentukan, maka ia harus memberikan ganti rugi kepada bank. IIBD (International Islamic Bank for Investment and Development)21 misalnya, menyataka : “Kontrak secara otomatis akan dibatalkan pada saat jatuh tempo. Mudharib harus mengembalikan dana mudharabah kepada investor dengan sedikit konpensasi atas penyimpanan dana selama waktu kontrak tanpa membuatnya produktif”.
Jaminan
Meskipun dalam fiqih tidak diperbolehkan investor untuk menuntut jaminan dari mudharib, bank-bank Islam umumnya benar-benar meminta beragam bentuk jaminan. Hal ini mereka lakukan untuk memastikan bahwa modal yang disalurkan dan keuntungan yang diharapkan dari modal ini diberikan kepada bank pada saat yang ditetapkan dalam kontrak. Jaminan dapat diberikan dari mudharib sendiri maupun dari pihak ketiga. Jaminan yang diminta oleh bankbank Islam tersebut tidak dibuat untuk memastikan kembalinya modal, tetapi untuk memastikan bahwa kinerja mudharib sesuai dengan syarat-syarat kontrak22.
Salah satu klausul dalam kontrak mudharabah pada Faisal Islamic Bank of Egypt adalah “Jika terbukti bahwa mudharib menyalahgunakan atau tidak sungguh-sungguh dalam melindungi barang-barang atau dana-dana, atau bertindak bertentangan dengan syarat-syarat investor, maka mudharib harus menanggung kerugian, dan harus memberikan jaminan sebagai pengganti kerugian semacam ini”. Dalam kejadian yang maudharib bertanggung jawab atas kerugian seperti ini, penjamin diharuskan untuk memberikan ganti rugi kepada bank. Jika yang diberikan oleh penjamin belum mencukupi, maka mudharib harus memberikan jaminan tambahan dalam jangka waktu tertentu.
Disampig jaminan tersebut, mudharib diharuskan untuk menyerahkan laporan-laporan perkembangan berkala tentang kinerja umum mudharabah maupun tentang arus kas. Ia juga diwajibkan untuk selalu melakukan pencatatan atas keuangan yang terkait dengan kontrak, dan mengizinkan perwakilan bank untuk memeriksa catatan tersebut dan mengeditnya dan untuk menginvestarisasi di toko dan gudangnya kapanpun tanpa boleh ada keberatan darinya. Jika terjadi keterlambatan dalam menyerahkan pernyataan neraca atau laporan perkembangan berkala, maka akan berakibat pada pengurangan bagian laba mudharib sebanding dengan jangka waktu keterlambatannya.


21 IIBD, Contract of Mudharabah.
22 FIBS, Bank Faisal al-Islami al-Sudani.

Bank mempunyai wewenang untuk mengambil alih manajemen proyek tersebut jika mudharib tidak dapat mencapai arus kas yang diproyeksikan atau pendapatan yang dibagikan. Bank juga dapat menuntut pembekuan mudharabah jika dilihat oleh bank bahwa tidak ada untungnya melanjutkan kontrak atau jika mudharib telah melanggar kalusul kontrak. Hal ini dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu ada peringatan atau proses hukum.



Pembagian Laba dan Rugi
Dalam pembagian laba dan rugi, secara teori, bank menanggung secara risiko, tetapi dalam praktik, dikarenakan sifat mudharabah bank Islam dan syarat-syarat yang ada di dalamnya, kerugian semacam ini mungkin akan jarang sekali terjadi.
Bank Islam sepakat dengan nasabah mudharabahnya tentang rasio laba yang ditetapkan dalam kontrak. Rasio akan tergantung antara lain pada daya tawar si nasabah, prakiraan laba, suku bunga pasar, karakter pribadi nasabah dan daya jual barang, maupun jangka waktu kontrak.

Jika mudharabah tidak menghasilkan suatu keuntungan, si mudharib tidak akan mendapatkan sedikitpun upah atas kerjanya. Dalam hal ini mengalami kerugian sepanjang tidak ditemukan bukti salah guna dan salah urus mudharib atas dana mudharabah atau sepanjang tidak ditentukan pelanggaran atas syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank. Jika terbukti demikian, maka mudharib sendiri yang akan menanggung kerugian, dalam kasus mana jaminan yang terkait dengan tanggung jawab nasabah harus diberikan kepada bank.

Pihak bank untuk mengambil alih dalam risiko dari setiap kerugian tidak begitu saja terjadi. Ia melewati bermacam-macam cara untuk menghilangkan ketidakpastian yang mungkin terjadi dalam kongsi mudharabah murni. Risiko aktuarial dalam kongsi mudharabah seperti yang digunakan dalam perbankan Islam dapat diukur dan dapat dipastikan. Untuk alasan inilah, dapat dikatakan bahwa mudharabah bank Islam sedikit berbeda dengan penyelenggaraan investasi berisiko rendah maupun investasi bebas risiko manapun.

Dasar Perhitungan & Kesepakatan Penyerahan Bagi Hasil
1. Proyeksi Total Pendapatan Usaha : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
2. Proyeksi Total Pengeluaran & Biaya Usaha : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
3. Proyeksi Sisa Awal Hasil Usaha ( 1 – 2 ) : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
4. Penyisihan Cadangan Modal Usaha : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
5. Pengembalian Pokok / Modal : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
6. Proyeksi Sisa Akhir Hasil Usaha ( 3 – 4 – 5 ) : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
7. Proyeksi Kesepakatan Bagi Hasil : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
8. Proyeksi Sisa Hasil Usaha Nasabah (6 – 7 ) : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
9. Nisbah Bagi Hasil Bank : ............ % (7/6 x 100%)
10. Nisbah Bagi Hasil Nasabah : ............ % (8/6 x 100%)


4. TINJAUAN SYARIAH PRODUK DEPOSITO MUDHARABAH
Sebelum kita mencoba menganalisa posisi perbankan islam dalam menjalankan salah satu produknya yaitu mudharabah, alangkah baiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian tentang bank.

Secara bahasa bank adalah lembaga yang bergerak dibidang penjaminan, pengumpulan dana dan pemberi pinjaman.

Atau lembaga khusus yang bergerak dalam memberikan pinjaman dana.
Menurut prof. DR. Ali Salus, “bank memiliki dua peran; sebagai pedagang utang dan penjamin. Menerima utang dari investor dan meminjamkannya kepada nasabah. Pihak bank memberikan nominal tertentu kepada investor dari nilai yang dititipkan dan selanjutnya pihak bank meminta nominal lebih kepada nasabah yang telah diberi pinjaman bank.

Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa apa yang dilakukan oleh perbankan, system yang diterapkannya adalah riba. Sedangkan riba dalam syariat islam dan dalam ajaran-ajaran agama lain tidak bisa diterima. Oleh karenanya, perlu kita pahami juga kinerja dari perbankan islam itu seperti apa sehingga bisa kita bedakan antara bank konvensional dan bank islami.

Menurut salabah oman,“bank islami adalah lembaga yang bergerak sebagai perantara keuangan tanpa adanya bunga (interest).”

Dari pengertian kedua system bank yang ada di atas, bisa kita ketahui perbedaan kinerja yang ada. Yang satu menggunakan system bunga dan yang lainnya menerapkan system non bunga.

Jadi, peran dari bank islami itu apa? Apakah sebagai pedagang langsung (mudlarib) ataukah sebagai perantara keuangan?
Kalau kita lihat permasalah yang ada dari kacamata islami, kita bisa dapati bahwa hukum-hukum syariah baik yang berkaitan dengan masalah ibadah maupun muamalah, tidak ada hal yang mengkhususkan bahwa ibadah dan muamalah ini hanya untuk pedagang saja atau untuk perantara saja dan seterusnya. Akan tetapi, seluruh ajaran yang ada itu hanya tergantung pada kemampuan seseorang untuk menerima dan melaksanakan syariat islam dengan syarat yang harus dipenuhi. Yaitu islam, berakal baligh dll.
Untuk bisa menghukumi apakah yang dilakukan oleh perbankan itu boleh atau tidak, maka harus dilihat kinerjanya. Apakah terlepas dari hal-hal yang diharamkan ataukah tidak.
Diantara produk yang dijalankan oleh perbankan islami adalah mudharabah.

Hakekat mudharabah yang dipraktekkan oleh perbankan islami adalah sebagai berikut; bank menerima sejumlah uang dari investor kemudian oleh pihak bank, uang tersebut diinvestasikan atau diberikan kepada orang lain supaya dikelola.

Kami berpandangan bahwa posisi perbankan disini dia sebagai pengelola tapi tidak secara langsung karena uang yang diterima oleh bank diberikan lagi kepada orang lain untuk dikelola juga. Menurut kami, pihak perbankan bukanlah sebagai mudharib tapi sebagai perantara antara investor dengan pengelola. Jadi, tidak tepat kalau pihak perbankan disebut sebagai mudharib.
Kecuali kalau perbankan dalam mengelola uang yang telah diterima dari investor, digunakan dan dikelola sendiri dalam bisnis riil.

Jadi, perbankan bisa jadi sebagai pihak intermediate dan juga sebagai pedagang sesuai dengan karakter yang dijalankan.

5. KESIMPULAN
Dari perbandingan SE Konvensional dengan SE Islam terlihat bahwa SE Konvensional bukanlah sistem ekonomi ideal yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi umat manusia. SE Islam memiliki keunggulan yang secara konseptual dapat mengatasi kesenjangan sosial dan mencegah terjadinya krisis ekonomi yang selalu berulang. Hal ini akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang pada akhirnya mendorong kemajuan peradaban manusia.

Semoga Allah SWT memberikan petunjuk, bimbingan dan kekuatan bagi kita semua untuk menegakan Sistem Ekonomi Islam di muka bumi. Amiin.

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ
Ditulis oleh : 1. Hamid surya, 2. Hanafi, 3. Muhammad Anshori

Minggu, 08 November 2009

Membangun Ekonomi Mikro Berbasis Masjid

Saat ini, cukup banyak lembaga keuangan mikro syariah atau Baitulmal Wattamwil (BMT) yang sengaja berkantor di dekat pasar. Alasannya, karena pasar merupakan tempat sejumlah pedagang mengadu untung meraih rupiah dengan berjuala dari pagi hingga petang hari. Hingga kini, mereka merupakan salah satu konsumen utama penyerap pembiayaan BMT. Namun, pasar bukan satu-satunya lokasi strategis. Karena ada juga BMT yang menjadikan masjid sebagai pusat operasi.

Bagi BMT Usaha Mulya, menjalankan operasi bisnis keuangan mikro syariah di Masjid Pondok Indah adalah satu pilihan bisnis yang penting dijalankan. Hal itu karena pengembangan usaha masyarakat ekonomi menengah kecil dan ibadah merupakan dua hal yang berjalan beriringan.

Salah satu alasan pengurus BMT Usaha Mulya memilih majid karena diharapkan bisa mendorong pengembangan usaha keuangan mikro syariah sekaligus meningkatkan kualitas keimanan baik bagi BMT maupun nasabahnya. ‘’Kami ingin masjid tidak hanya sebagai pusat ibadah saja, tapi juga menjadi pusat pengembangan masyarakat,’’ kata Kabid Usaha BMT Usaha Mulya, Faisal Qosim, beberapa waktu lalu.

Faisal menuturkan, BMT Usaha Mulya pertama kali didirikan pada Agustus 2002. Pendirian dilakukan oleh Yayasan Pondok Mulya yang bergerak pada pengembangan sektor pendidikan, kemasjidan, dan usaha. Saat itu, modal awal yang digunakan BMT untuk memulai operasi bisnis keuangan mikro syariahnya tercatat sebesar Rp 200 juta.

Modal awal itu, digunakan sebagai dana pembiayaan bagi penguatan permodalan usaha kecil dan mikro masyarakat. Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk membiayai kegiatan operasional harian BMT. Menurut Faisal, alasan utama pendirian BMT Usaha Mulya adalah untuk membantu pengembangan perekonomian masyarakat usaha kecil dan mikro. Hingga kini, cukup banyak masyarakat Indonesia yang mencari nafkah melalui usaha jenis kecil dan mikro. Namun, banyak dari mereka yang tidak memiliki akses penguatan permodalan ke sektor perbankan.

Karena itulah, BMT hadir untuk membantu pengembangan usaha mereka. ‘’Melalui BMT, kami ingin membantu pengembangan usaha masyarakat menengah ke bawah,’’ ujarnya. Menurutnya, sebelum BMT ini didirikan, masyarakat usaha menengah ke atas sebetulnya sudah ingin memiliki akses kepada layanan perbankan berbasis syariah. Namun, saat itu, layanan keuangan mikro syariah belum banyak hadir. Padahal, mereka juga berhak mengakses layanan keuangan syariah. ‘’Karena itu, bisa dibilang, kami hadir untuk grass root, melayani masyarakat ekonomi menengah ke bawah,’’ katanya.

BMT Usaha Mulya sendiri merupakan lembaha yang berbadan hukum koperasi. Hingga Mei lalu, BMT Usaha Mulya telah menyalurkan pembiayaan hampir Rp 3 miliar. Dana itu disalurkan bagi ribuan nasabah dengan nilai pembiayaan masing-masing paling kecil sebesar Rp 500 ribu, dan paling besar Rp 50 juta. Namun rata-rata rata-rata pembiayaan per nasabah berkisar Rp 2 juta.

Faisal menyebutkan, nasabah pembiayaan BMT berasal dari berbagai profesi. Tapi, mereka umumnya merupakan pelaku usaha kecil dan mikro. Di antaranya adah pedagang sayur mayur di pasar dan pengusaha toko kelontong. Selain itu, ada juga pengusaha industri kerajinan kayu rumahan yang juga menjadi nasabah BMT.

Selain di Masjid Pondok Indah, Yayasan Pondok Mulya juga mengelola beberapa masjid lainnya di wilayah Jadebotabek. Di antaranya adalah Masjid Akbar Kemayoran, Masjid Al Huriyah Puri Kembangan, dan Masjid Al Furqon Bekasi.

Rencananya, usaha BMT juga akan dikembangkan di beberapa masjid tersebut. Tujuannya adalah agar layanan keuangan mikro syariah dapat diakses oleh banyak masyarakat di Jadebotabek. Dengan demikian, masjid tidak hanya menjadi solusi keimanan, tapi juga solusi bagi perekonomian masyarakat. (fkr/rol)

Sabtu, 07 November 2009

Indonesia-Mesir Kembangkan Ekonomi Mikro Berbasis Syariah

Indonesia menggandeng Mesir melalui Salih Kamil Center for Islamic Economics (SKCIE), Universitas Al-Azhar, bekerja sama mengembangkan ekonomi mikro berbasis syariah.

"Kita akan membangun sinergi, saling berbagi hal-hal yang baik tentang ekonomi mikro syariah," kata Deputi Pengembangan SDM Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Neddy di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan, Indonesia pada dasarnya memiliki basis ekonomi syariah yang baik dan bahkan menjadi proyek percontohan bagi negara-negara lain di dunia. Sedangkan Mesir sendiri merupakan negara yang mendasarkan perekonomiannya pada sistem syariah sejak lama.

"Ada dua kultur yang berdeda antara masyarakat Mesir dengan Indonesia, salah satu contohnya mereka sangat `strike` soal hitung-hitungan bagi hasil," katanya. Oleh karena itu, hasil kajian dan konsultasi dengan delegasi Mesir, bagi pihaknya akan dijadikan referensi bagi kemajuan ekonomi mikro di tanah air.

Belum lama ini, ekonom syariah dari SKCIE Mesir menyatakan kesediaannya untuk menjadi konsultan keuangan dan ekonomi syariah bagi koperasi dan UKM di Indonesia. Para ekonom itu juga akan melatih tenaga pengajar bidang koperasi jasa keuangan syariah di tanah air.

Sebelumnya Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan SKCIE pada 2004 silam. Pihaknya pada pertengahan Agustus 2009 lalu berkunjung ke Mesir untuk menindaklanjuti MoU serta memperpanjang kerja sama hingga satu tahun ke depan.

"Kedua belah pihak sepakat membentuk tim kecil untuk lebih menjabarkan MoU ke depan dalam program-program yang lebih operasional," katanya. Oleh karena itu, pihaknya menilai perlu dibuat rencana tindak lanjut atau agenda kerja dari kedua belah pihak.

Neddy menilai SKCIE memiliki teori-teori terkait ekonomi syariah yang sangat maju dari hasil penelitian intensif yang mereka lakukan. Sementara Indonesia sendiri dalam prakteknya lebih berkembang dari sisi kualitas dan kuantitas untuk bank maupun non-bank dalam hal ini koperasi.

Pada 9-12 Agustus 2009, Kementerian Negara Koperasi dan UKM mengirimkan delegasinya ke Mesir. Beberapa pemangku kepentingan yang turut hadir atas inisiatif dan pembiayaan sendiri adalah Bank Indonesia, perbankan syariah, dan pelaku koperasi.

Dalam kegiatan itu dilakukan beberapa agenda di antaranya studi perbandingan, diskusi antar-negara, dan kunjungan ke UKM center, dan meninjau produk mudharabah di Mesir. (ant).

Jumat, 06 November 2009

BMT Harus Diawasi

JAKARTA -- Lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di Indonesia kini semakin menjamur. Walau cakupannya tak sebesar bank syariah, namun terdapat sejumlah BMT yang telah beraset lebih dari Rp 100 miliar. Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Agustianto, diperlukan pengawasan bagi BMT yang telah beraset besar.

Ia menambahkan, BMT yang juga terkait dengan dana masyarakat ini hendaknya menjadi perhatian penggiat ekonomi syariah dan pemerintah. ''Dari segi aturan keuangan seperti rasio kecukupan modal harus ada lembaga pemerintah yang mengatur itu karena ada aset BMT yang bahkan telah melebihi BPRS,'' kata Agustianto kepada Republika, beberapa waktu lalu.

BPRS saja, lanjut dia, memiliki regulasi yang harus diikuti dari Bank Indonesia tentang aturan kesehatan bank, permodalan, batas maksimal pemberian kredit, dan rasio kecukupan modal. Menurutnya, aturan-aturan tersebut juga harus diterapkan di BMT dengan tujuan untuk kemaslahatan masyarakat sehingga dana dapat lebih terjamin.

''Tidak tertutup kemungkinan suatu saat dana yang terkumpul bisa disalahgunakan dan akibatnya masyarakat banyak bisa jadi korban dan menderita kerugian karena itu Kementerian Negara Koperasi dan UKM harus lebih mengoptimalkan regulasi dan pengawasan kepada BMT dan juga syarat-syarat perizinan dan aturan yang terkait dengan kesehatan lembaga keuangan,'' papar Agustianto.

Ia mengakui, selama ini memang sudah ada regulasi yang mengatur itu. Namun hal tersebut baru berupa konsep atau syarat dari lembaga yang menginkubasinya, seperti BMT Center maupun Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil (Pinbuk), bukan berasal dari pemerintah yang memiliki sifat mengikat dan punya sanksi hukum jika dilanggar.

Peraturan tersebut, tambahnya, bisa saja dalam bentuk peraturan menteri koperasi. ''Kalau modal BMT kecil dan dana masyarakat banyak, itu bisa berbahaya. Jangan sampai terjadi hal negatif di masa depan karenanya untuk menjaga itu perlu dibuat peraturan,'' tegas Agustianto. ed. yeyen


’Fokus pada Pemantauan Kecukupan Modal BMT

Praktisi Baitul Maal wat Tamwil (BMT) menaruh perhatian pada hal-hal seputar modal. Salah satu poin penting adalah pemantauan kecukupan modal BMT. Salah satunya adalah General Manager BMT Bina Ummat Sejahtera (BUS), Ahmad Zuhri, yang menyatakan mendukung pemantauan terhadap kecukupan modal bagi BMT.

''Untuk ke depannya memang perlu ada pemantauan modal dan regulasi yang jelas mengenai hal itu,'' aku Zuhri kepada Republika, beberapa waktu lalu. BMT BUS sendiri, tambahnya, terus berusaha meningkatkan permodalannya dengan mewajibkan simpanan penyertaan kepada pengelola dan karyawan BMT. Hal itulah yang menjadi penguatan modal BMT. Seiring dengan aset yang terus bertambah mencapai Rp 145 miliar, jumlah modal pun turut bertambah.

Pada setiap bulan, setidaknya ada tambahan antara Rp 500 juta-Rp 1 miliar dari simpanan penyertaan. Tercatat BMT BUS memiliki modal antara Rp 14 miliar-Rp 15 miliar. Sebelumnya BMT hanya mengandalkan dana simpanan masyarakat, tetapi simpanan penyertaan yang diikutsertakan sebagai modal, menjadi penguatan fondasi BMT BUS. Zuhri menambahkan, dengan menjadi anggota lembaga maupun asosiasi seperti Inkopsyah, Pinbuk, Absindo, hal itu mendorong pihaknya untuk menjaga tingkat kesehatan BMT.

BMT BUS juga melakukan pencadangan likuiditas di masa-masa tertentu ketika sering terjadi penarikan dana, seperti menjelang Lebaran dan tahun ajaran baru. Berdasar data per 28 Oktober, BMT BUS memiliki aset Rp 145 miliar, pembiayaan Rp 94 miliar dan simpanan Rp 83 miliar. yogie/ed.yeyen(sumber Republika.co.id)

Minggu, 25 Oktober 2009

Batasan Tingkat Keuntungan dalam Syariah

Mencari keuntungan dalam bisnis pada prinsipnya merupakan suatu perkara yang jaiz (boleh) dan dibenarkan syara’, bahkan secara khusus diperintahkan Allah kepada orang-orang yang mendapatkan amanah harta milik orang-orang yang tidak bisa bisnis dengan baik, misalnya anak-anak yatim (lihat QS. An-Nisa’:29, Al-Baqarah: 194, 275, 282, An-Nur:37, Al-Jum’ah:10, Al-Muzzammil:20, Quraisy:1-3)

Dan, tak ada satu nash pun yang membatasi margin keuntungan, misalnya 25 %, 50%, 100% atau lebih dari modal. Bila kita jumpai pembatasan jumlah keuntungan yang dibolehkan maka pada umumnya tidak memiliki landasan hukum yang kuat.

Tingkat laba/keuntungan atau profit margin berapa pun besarnya selama tidak mengandung unsur-unsur keharaman dan kezhaliman dalam praktek pencapaiannya, maka hal itu dibenarkan syariah sekalipun mencapai margin 100 % dari modal bahkan beberapa kali lipat. Hal itu berdasarkan dalil berikut:

Ada beberapa hadits Rasulullah saw menunjukkan bolehnya mengambil laba hingga 100% dari modal. Misalnya hadits yang terdapat pada riwayat Imam Ahmad dalam Musnadnya (IV/376), Bukhari (Fathul Bari VI/632), Abu Dawud (no. 3384), Tirmidzi (no.1258), dan Ibnu Majah (no.2402) dari penuturan Urwah Ibnul Ja’d al-Bariqi ra.

Sahabat Urwah diberi uang satu dinar oleh Rasulullah saw untuk membeli seekor kambing. Kemudian ia membeli dua ekor kambing dengan harga satu dinar. Ketika ia menuntun kedua ekor kambing itu, tiba-tiba seorang lelaki menghampirinya dan menawar kambing tersebut. Maka ia menjual seekor dengan harga satu dinar. Kemudian ia menghadap Rasulullah dengan membawa satu dinar uang dan satu ekor kambing. Beliau lalu meminta penjelasan dan ia ceritakan kejadiannya maka beliau pun berdoa: “Ya Allah berkatilah Urwah dalam bisnisnya.”

Dan meraih keuntungan lebih dari yang diambil Urwah pun diperkenankan asalkan bebas dari praktik penipuan, penimbunan, kecurangan, kezhaliman, contoh kasusnya pernah dilakukan oleh Zubeir bin ‘Awwam salah seorang dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Ia pernah membeli sebidang tanah di daerah ‘Awali Madinah dengan harga 170.000 kemudian dijualnya dengan harga 1.600.000. ini artinya sembilan kali lipat dari harga belinya (Shahih al-Bukhari, nomor hadits 3129).

Namun begitu, Imam Al-Ghozali dalam Ihya’ Ulumuddin-nya (II/72) menganjurkan perilaku ihsan dalam berbisnis sebagai sumber keberkahan yakni mengambil keuntungan rasional yang lazim berlaku pada bisnis tersebut di tempat itu. Beliau juga menegaskan bahwa siapa pun yang qana’ah (puas) dengan kadar keuntungan yang sedikit maka niscaya akan meningkat volume penjualannya. Selain itu dengan meningkatnya volume penjualan dengan frekuensi yang berulang-ulang (sering) maka justru akan mendapatkan margin keuntungan banyak, dan akan menimbulkan berkah.

Pantas kalau Ali ra. pernah berkeliling menginspeksi pasar Kufah dengan membawa tongkat pemukul seraya berkata, “Wahai segenap pedagang, ambillah yang benar, niscaya kamu selamat. Jangan kamu tolak keuntungan yang sedikit, karena dengan menolaknya kamu akan terhalang untuk mendapatkan yang banyak.”

Abdurrahman bin Auf pernah ditanya orang, “apakah yang menyebabkan engkau kaya?” Dia menjawab, “karena tiga perkara: aku tidak pernah menolak keuntungan sama sekali. Tiada orang yang memesan binatang kepadaku, lalu aku lambatkan menjualnya, dan aku tidak pernah menjual dengan sistem kredit berbunga.” Contoh kasusnya, Abdurrahman bin Auf pernah menjual 1000 ekor unta, tetapi ia tidak mengambil keuntungan melainkan hanya dari tali kendalinya. Lalu dijualnya setiap helai tali itu dengan harga 1 dirham, dengan demikian ia mendapatkan keuntungan 1000 dirham. Dan dari penjualan itu ia mendapatkan keuntungan 1000 dirham dalam sehari.

Itulah cermin orang mempraktekkan sabda Rasulullah saw bersabda: “Semoga Allah merahmati orang yang toleran (gampang) ketika menjual, toleran ketika membeli, toleran ketika menunaikan kewajiban dan toleran ketika menuntut hak.” (HR. Bukhari dari Jabir).

Adapun keuntungan yang diharamkan Islam adalah keuntungan yang mengandung unsur dan praktik bisnis haram di antaranya sebagai berikut:

1. Keuntungan dari Bisnis Barang dan Jasa Haram.

Yang tergolong bisnis haram adalah seperti bisnis minuman keras, narkoba (NAZA), jasa kemaksiatan, perjudian, rentenir dan praktik riba, makanan dan minuman merusak, benda-benda yang membahayakan rohani dan jasmani. Di antara hadits yang melarang melakukan bisnis barang dan jasa haram serta memanfaatkan hasil keuntungannya adalah hadits riwayat Jabir ra, Nabi SAW. Bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi, dan patung”. (HR. Jama’ah, lihat al-Albani dalam Irwa’ Gholil, 1290). Dalam riwayat Ibnu Abbas, Nabi saw. bersabda: “Allah melaknat kaum Yahudi. Diharamkan lemak atas mereka, kemudian mereka menjualnya dan memakan harganya (hasil penjualannya). Sesungguhnya bila Allah mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan-Nya pula harganya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, lihat al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir, 5107) Ibnu Taimiyah berkata, “Hadits ini sebagai hujjah (dalil) pengharaman jual beli minyak najis.”

Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas. Ra, ia berkata: “Nabi saw, melarang harga (jual beli) anjing seraya bersabda:”Jika seseorang datang kepadamu meminta pembayaran harga anjing, maka penuhilah telapak tangannya dengan tanah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw, bersabda: “Allah melaknat khamar (minuman keras), peminumnya, penuangnya, penjualnya, pembelinya, pembuatnya, pemesan produknya, pembawanya, orang yang dibawakan khamar kepadanya dan pemakan keuntungannya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, Lihat, al-Majd Ibnu Taimiyah dalam al-Muntaqa, II/321)

2. Keuntungan dari Jalan Curang dan Manipulasi.

Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa mencurangi kami maka bukanlah dari golongan kami.” (HR. al-Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i) “Orang muslim itu adalah saudara orang muslim lainnya; tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya sesuatu yang ada cacatnya melainkan harus dijelaskannya kepadanya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

3. Manipulasi dengan cara Merahasiakan Harga Aktual.

Rasulullah saw. telah melarang Talaqqi Rukban yakni menghadang kafilah dagang di tengah jalan dan membeli barang-barangnya dengan berbohong mengenai harga aktual dan beliau juga melarang permainan bisnis Najasy (Insider Trading) yakni cara bisnis menaikkan penawaran harga dengan permainan orang dalam. (Pelarangan itu terdapat pada riwayat hadits Muttafaq ‘Alaih dari Abu Hurairah, Lihat al-Ghozali dalam Ihya’ II/72)

4. Keuntungan dengan Cara Menimbun dan Usaha Spekulatif.

Nabi saw. bersabda: “Tidaklah menimbun kecuali orang yang berbuat dosa.” (HR. Muslim) “Barangsiapa yang menimbun bahan makanan selama empat puluh hari maka sungguh ia berlepas dari Allah dan Allah berlepas darinya.” (HR. Ahmad dan Hakim). Sedangkan yang dimaksud dengan praktik menimbun (ihtikar) di sini ialah menahan barang-barang dagangan karena spekulasi untuk menaikkan harga yang membahayakan kepentingan umum. Praktik seperti ini merupakan sistem kapitalisme yang bertumpu pada dua pilar pokok; riba dan penimbunan (monopoli).

Dari uraian di atas jelas bahwa diperbolehkan bagi siapa pun untuk mencari keuntungan tanpa ada batasan margin keuntungan tertentu selama mematuhi hukum-hukum Islam. Serta menentukan standar harga sesuai dengan kondisi pasar yang sehat. Namun bila terjadi penyimpangan dan kesewenang-wenangan harga dengan merugikan pihak konsumen, tidak ada halangan bagi pihak penguasa, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, untuk membatasi keuntungan pedagang atau mematok harga Tindakan ini dilakukan harus melalui konsultasi dan musyawarah dengan pihak-pihak terkait agar tidak ada yang dilangkahi maupun dirugikan hak-haknya.

Di Madinah pernah terjadi kasus monopoli dan spekulasi bahan pokok yang menjadi hajat umum masyarakat oleh para pemilik unta. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Nabi saw sebagai penguasa, akhirnya melarang masyarakat membelinya dari mereka sampai bahan pangan itu dijual bebas di pasaran. (HR. Bukhari)

Tapi pada kondisi terjadi kenaikan harga secara objektif, wajar dan legal yang lazim disebut kenaikan harga aktual riil yang sebenarnya yang diakibatkan di antaranya oleh faktor bertambahnya persediaan uang, berkurangnya produktivitas, bertambahnya kemajuan aktivitas, dan berbagai pertimbangan fiskal dan moneter, pemerintah tidak berhak untuk mencampuri mekanisme pasar yang alamiyah tersebut. Pertimbangan inilah yang mendasari sikap Nabi saw sebagai penguasa menolak untuk mematok harga ketika terjadi lonjakan harga di pasar Madinah seraya mengatakan: “Sesungguhnya Allah adalah Penentu harga, yang menahan dan meluaskan rezki, yang Maha Pemberi rezki. Dan saya sangat mengharapkan dapat berjumpa Rabbku, sementara tidak ada seorang pun dari kalian yang menuntutku karena suatu tindakan aniaya pada fisik dan harta” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-Darimi). Wallahu a’lam. [Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo]

Sabtu, 24 Oktober 2009

BMT Ibadurrahman: Perluas BMT di Indonesia dengan Kelompok Kader

Peran lembaga keuangan mikro syariah seperti halnya Baitul Maal wat Tamwil (BMT) selaiknya tak dipandang remeh. Apalagi kini perkembangannya pun pesat di Indonesia. Tengok saja BMT Ibadurrahman, yang kini beranggota 7000 orang dan memiliki aset Rp 7 miliar.

Indonesia dengan wilayah yang luas dan tersebar hingga ke wilayah terpencil membuat kehadiran BMT menjadi semakin kuat. Pasalnya BMT yang berbasis komunitas pun turut memberdayakan perekonomian setempat. Berbagai hal dilakukan untuk merintis BMT, baik dengan patungan antara masyarakat atau membantu mendampingi suatu kelompok.

Ketua Pengurus BMT Ibadurrahman, Ridha Nugraha, menuturkan kiat lembaga yang dpimpinnya untuk memperluas kehadiran BMT di provinsi Jawa Barat. Salah satunya adalah dengan membantu suatu kelompok yang berminat untuk membentuk BMT, demi pemberdayaan ekonomi komunitasnya.

''Kami membentuk kelompok kader yang didampingi oleh BMT Ibadurrahman selama beberapa waktu, setelah cukup bagus dan mandiri, mereka bisa beraktivitas sendiri untuk mendirikan BMT. Bentuknya juga bukan kantor cabang BMT Ibadurrahman,'' kata Ridha.

Dengan cara demikian, papar Ridha, setiap orang akan dapat memberikan kontribusi besar bagi pemberdayaan ekonomi lokal. Untuk tahap awal, satu kelompok kader beranggotakan minimal tiga orang. Setidaknya kini terdapat enam kelompok kader yang sudah mandiri di wilayah Bogor. Untuk masa mendatang, BMT Ibadurrahman akan merintis kelompok kader di Bekasi.

Sedangkan dalam meningkatkan kualitas sumbr daya insani (SDI), BMT Ibadurrahman melakukan evaluasi setiap bulannya. Tiga bulan sekali SDI yang ada juga diikutsertakan ke dalam berbagai bentuk pelatihan. Kini terdapat 15 SDI yang membantu mengelola BMT Ibadurrahman.

Ridha menceritakan, ketika memulai pada 1995, BMT Ibadurrahman cukup kesulitan dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sebagai langkah awal, mengingat BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah, pihaknya melakukan sosialisasi ke masjid-masjid.

''Tapi saat itu pun agak sulit untuk sosialisasi karena ada beberapa yang tidak memperbolehkan membahas ekonomi di masjid,'' kata Ridha. Namun dengan usaha keras dan keteguhan untuk memperjuangkan ekonomi syariah di wilayahnya, BMT Ibadurrahman akhirnya berhasil meyakinkan masyarakat setempat.

Awalnya BMT yang berlokasi tepat di perempatan Ciawi-Bogor ini beranggotakan 20 orang dengan modal awal Rp 5 juta. Perjuangan BMT Ibadurrahman di masa-masa awal pun berbuah manis. Kini lembaga ini telah berkembang pesat pada usianya yang ke-14 dengan anggota 7000 orang dan memiliki aset Rp 7 miliar. Anggotanya tersebar di beberapa kecamatan di Bogor, di antaranya kecamatan Ciawi, Cijeruk, Cigombong.

Rata-rata pembiayaan BMT Ibadurrahman disalurkan ke sektor perdagangan, industri rumah tangga dan sektor pertanian. Salah satu yang menjadi produk utama BMT Ibadurrahman adalah investasi mudharabah muqayyadah off balance sheet .

''Produk ini cukup laku khususnya saat Ramadhan, yaitu saat banyak orang yang membutuhkan pembiayaan dan investor juga tertarik,'' tutur Ridha. Animo masyarakat yang cukup besar membuatnya dapat mengimbangi omzet rata-rata reguler. Dalam waktu satu bulan investasi bisa mencapai Rp 1 miliar-Rp 2 miliar.

Perkembangan BMT Ibadurrahman

1995:
* Mulai berdiri
* Modal dasar Rp 5 juta
* SDI sebanyak 20 orang

2009:
* Beranggotakan 7.000 orang
* Omzet mencapai Rp 7 miliar

Jumat, 23 Oktober 2009

Bisnis dengan Modal 0

Berbicara tentang memulai bisnis, banyak orang langsung terhenti langkahnya karena merasa tidak memiliki modal untuk memulainya. "Saya sebenarnya ingin menjadi pebisnis, tapi saya tidak punya modal" begitulah kira-kira komentar dari rata-rata para pemula yang saya jumpai, dan modal yang dibicarakan disini maksudnya adalah uang cash yang dimiliki untuk memulai bisnis.

Dalam konteks yang lain, sebuah angka statistik membuktikan bahwa 50% bisnis tutup sebelum ulang tahunnya yang kedua, 80% tutup sebelum ulang tahun yang kelima. Dan yang sangat menarik untuk dicermati, ternyata salah satu sebab mengapa mereka gulung tikar dalam usia yang sangat muda adalah "Easy Money", uang dan kredit yang terlalu mudah didapat. Kok bisa begitu?

Ternyata easy money membuat pebisnis menjadi bodoh. Dengan uang dan kredit yang mudah didapat mereka memiliki kesempatan yang sangat luas untuk menutupi kesalahan-kesalahan dalam berbisnis. Contohnya ketika sales tidak mencapai target, ketika piutang tidak tertagih, ketika team tidak dapat menyelesaikan tugas tepat waktu, ketika pendapatan tidak dapat menutupi biaya yang harus dikeluarkan, maka dengan easy money dan easy kredit anda akan merasa baik-baik saja. Ini karena selalu dapat menutup kekurangan cash flow tanpa melakukan perbaikan kinerja, sehingga rendahnya sales tidak mempengaruhi psikologi perusahaan, dan team anda seolah-olah mendapatkan pesan "mencapai target sales tidak penting di perusahaan ini".

Banyak entrepreneur berlari dari satu masalah ke masalah yang lebih dalam karena selalu menutupi kesalahannya dalam berbisnis tidak dengan cara melakukan perbaikan fundamental dalam melakukan bisnis. Ketika bisnis mengalami kesulitan keuangan yang disebabkan oleh kinerja yang payah yang mereka lakukan adalah dengan melakukan restrukturisasi keuangan, dengan memberikan talangan uang cash baik yang diambil dari kocek pribadinya maupun dengan cara menghutang, bahkan banyak di antara yang saya jumpai mereka menutup masalah keuangan dengan cara memakai uang rentenir yang berbunga tinggi.

Mereka memimpin dengan uangnya, sampai satu titik bisnis mereka benar-benar berhenti karena beban keuangan sudah sangat dalam sedangkan kinerja bisnisnya tidak pernah membaik seperti yang dibayangkan. Entrepreneur sukses memimpin perusahaan bukan dengan uangnya tetapi dengan waktunya!

Sebuah kontradiksi, para pemula menganggap bahwa uang adalah kunci sukses bisnis, kenyataannya uang justru bisa menjadi pembunuh bisnis, karena uang yang mudah membuat entrepreneur bodoh. Kalau kita lihat kisah sukses para pebisnis, sebagian besar diantara mereka justru memulai bisnis dengan serba kekurangan modal, inilah yang memaksa mereka selalu berfikir kreatif, karena tidak ada pilihan kecuali harus meningkatkan kinerja perusahaan untuk bertahan hidup dan berkembang.

Mereka memulai usaha dengan modal seadanya, mengumpulkan uang lewat bisnis kecil dan melangkah ke bisnis selanjutnya yang lebih besar. Sebenarnya apa yang mereka lakukan dalam dunia entrepreneurship disebut "Financial Bootsrapping", meminimalisasi uang cash yang diperlukan ketika memulai sebuah bisnis.

Financial bootstrapping bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari cara mendapatkan barang dengan tempo pembayaran yang panjang, berbagi sarana bisnis dengan orang lain, penerapan inventory minimum, dan sebagainya. Banyak buku-buku yang memberikan inspirasi bagaimana anda memulai bisnis dengan modal yang sangat terbatas (mereka menyebutnya modal 0 atau modal dengkul), saya juga baru menyadari bahwa saya melakukan financial bootstrapping ketika memulai bisnis, barangkali itulah sebabnya saya ditulis sebagai salah seorang yang termasuk dalam buku "10 Pengusaha yang sukses membangun bisnis dari 0" terbitan Gramedia.

Cerita yang sangat menginspirasi datang dari Dell Computer yang memulai bisnis hanya dengan US 1.000 dolar, dan dalam beberapa tahun bisa membawa Dell Computer menjadi bisnis dengan skala ratusan juta dollar.

Pertanyaannya "Dapatkah anda memulai bisnis dengan uang cash sejuta sampai sepuluh juta rupiah saja?"(By Ir. H. Heppy Trenggono, MKomp)

Kamis, 20 Agustus 2009

Ulama NU belum sepakat Ekonomi Syariah

JAKARTA--Para ulama Nahdlatul Ulama (NU) belum satu kata atau belum memiliki kesamaan pendapat menyangkut keberadaan bank syariah, setidaknya demikian yang mengemuka dalam Halaqah Pra-Muktamar ke-32 NU Komisi Maudlu'iyah Waqi'iyah.Pertemuan itu diikuti utusan pengurus wilayah NU se-Indonesia serta pengurus lembaga, lajnah, dan badan otonom NU, di Jakarta, Selasa.

Wakil Ketua Lembaga Takmirul Masajid Indonesia (LTMI) NU Mukhlas Syarkun menilai, dalam beberapa kasus, bank syariah ternyata tak ada bedanya dengan bank konvensional. Bahkan, ia menyebut ada pelanggaran syariah dalam praktiknya.Mukhlas mengatakan, bank syariah memang tidak mengenal bunga, namun dalam praktik pemberian kredit, misalnya, diberlakukan sistem agunan. Sementara, tidak semua orang, terutama kaum miskin, yang dapat memberikan agunan untuk mendapatkan kredit.

"Di sinilah bank syariah bisa disebut tidak syar'i karena hanya orang-orang yang dapat memberikan agunan yang dapat menerima kredit. Sedangkan orang yang sangat miskin, tidak punya apa-apa, tidak bisa memberikan agunan, tidak bisa menerima kredit," katanya.

Mukhlas justru lebih sependapat dengan konsep Grameen Bank di Bangladesh yang mengembangkan konsep kredit mikro yaitu memberi pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang tidak mampu meminjam dari bank umum.
Lembaga keuangan yang digagas Muhammad Yunus itu berbeda dengan bank konvensional karena tidak menggunakan sistem agunan.

Untuk menjamin pembayaran utang, Grameen Bank menggunakan sistem "kelompok solidaritas". Kelompok-kelompok itu mengajukan permohonan pinjaman bersama-sama, dan setiap anggotanya berfungsi sebagai penjamin anggota lainnya, sehingga mereka dapat berkembang bersama-sama."Konsep bank seperti ini, menurut saya, lebih syar'i daripada bank syariah sendiri, karena dapat mengangkat perekonomian masyarakat miskin yang paling miskin sekalipun," kata Mukhlas.

Pendapat berbeda dikemukakan Ketua Komisi Maudlu'iyah Waqi'iyah KH Masyhuri Naim. Menurut dia, secara umum bank syariah tidak bertentangan dengan syariat Islam. Salah satu alasannya adalah ketiadaan bunga bank yang memang diharamkan dalam Islam."Hanya saja dalam praktiknya memang tidak sepenuhnya baik seperti dalam teorinya sendiri. Tapi itu wajar saja. Kita bukan tidak setuju dengan bank syariah. Kita hanya mengkritik kelemahan-kelemahan yang ada dalam praktik bank syariah itu sendiri," kata rais syuriah PBNU itu.

Menurut Masyhuri, beragam persoalan seputar perekonomian dan perbankan syariah yang mengemuka dalam halaqah tersebut akan dibahas dan dikaji lebih mendalam pada Muktamar di Makassar, Sulawesi Selatan, Januari 2010.ant/kpo

Kamis, 30 Juli 2009

FPJPS untuk BPR Syariah

Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah (FPJPS) tak hanya diberikan kepada bank umum syariah. Bank Indonesia (BI) juga mengeluarkan Peraturan BI No 11/29 tahun 2009 tentang FPJPS bagi Bank pembiayaan Rakyat Syariah.

Kepala Bidang Pengembangan BPRS Asosiasi Bank Syariah Indonesia, Syahril T Alam mengatakan PBI tersebut memang diperlukan oleh pelaku BPRS sebagai antisipasi jika mengalami kesulitan likuiditas. Pasalnya, tambah Syahril, sebelumnya tidak ada lembaga yang dapat membantu BPRS jika mengalami kesulitan likuiditas, kecuali meminta bantuan kepada pemegang saham. ''Dengan adanya PBI ini akan bermanfaat bagi BPRS yang mengalami kesulitan,'' kata Syahril.

Selain bermanfaat bagi BPRS yang kesulitan, tambahnya, PBI ini juga akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap BPRS karena sudah ada lembaga yang dapat membantu bila BPRS kesulitan likuiditas. Masyarakat pun tak perlu khawatir menggunakan BPRS untuk menyimpan dananya.

Menurut Syahril, dari agunan yang wajib dijaminkan oleh BPRS tidak memberatkan. FPJPS wajib dijamin dengan agunan berkualitas tinggi berupa aset pembiayaan dan surat berharga yang dimiliki oleh pemegang saham. Fasilitas tersebut dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami oleh BPRS saat terjadi arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar ( mismatch ).

Walau PBI sudah tersedia, ujar Syahril, setiap BPRS harus tetap menjaga likuiditasnya dengan baik agar tidak sampai terjadi kesulitan likuiditas. ''Aturan hanya untuk antisipatif saja sifatnya dan jalan terakhir bila BPRS mengalami kesulitan likuiditas,'' tandas Syahril. Melalui monitoring cash in dan cash out dengan baik diharapkan BPRS tidak akan mengalami kesulitan likuiditas, karena lalu lintas likuiditas dapat terpantau dengan baik.

Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Ramzi A Zuhdi mengatakan, PBI tersebut memang ditujukan untuk membantu BPRS yang mengalami kesulitan likuditas. ''Kita berharap likuiditas BPRS bisa tetap terjaga. PBI ini sebagai langkah antisipasi saja bagi BPRS yang mengalami kesulitan,'' kata Ramzi.

Ia menambahkan, hingga saat ini pun belum ada BPRS yang mengajukan FPJPS kepada BI, sehingga menunjukkan likuiditas BPRS masih terjaga baik. Dalam PBI tersebut plafon FPJPS diberikan paling banyak sebesar kebutuhan pendanaan jangka pendek BPRS untuk mencapai rasio kebutuhan kas sebesar 10 persen.

Disambut baik
Keluarnya PBI 11/29 tahun 2009 tentang FPJPS bagi BPRS disambut baik oleh para pelaku industri BPRS. Dengan demikian terdapat jaring pengaman bagi BPRS yang mengalami kesulitan likuiditas jangka pendek.Direktur Utama BPRS Harta Insan Karimah (HIK) Bekasi, Okta Prawisma Yepri menyambut positif keluarnya peraturan tersebut. ''Adanya PBI ini setidaknya BPRS bisa memperoleh jaring pengaman saat mengalami kesulitan likuditas jangka pendek,'' kata Yepri.

BPRS HIK, lanjut dia, saat membutuhkan sumber dana untuk disalurkan ke pembiayaan biasanya diperoleh dari bank syariah melalui linkage program, sehingga BPRS HIK belum mengalami kesulitan likuiditas. ''Di sisi lain BPRS HIK juga terus berusaha meningkatkan aset, dana pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan sesuai dengan target yang ditetapkan,'' kata Yepri.

Sementara itu, Direktur Utama BPRS Suriyah, Ahmad Mujahid mengatakan PBI 11/29 tersebut dapat menjadi antisipasi bagi BPRS yang mengalami masalah likuditas. ''Kalau dulu BPRS punya kesulitan likuditas harus ditanggung pemegang saham, tapi dengan adanya PBI ini maka BI bisa membantu dulu sementara perlahan-lahan BPRS berusaha memenuhi cash ratio nya,'' kata Mujahid.

Meski demikian ia berharap tak ada BPRS yang menggunakan fasilitas tersebut dan BPRS tetap bisa menjaga likuiditasnya dengan baik. Berdasar hasil pemeriksaan BI, lanjutnya, BPRS Suriyah berada dalam komposit 1 (sangat baik). Tercatat rasio kecukupan modal BPRS Suriyah sebesar 16 persen, aset Rp 15,6 miliar, pembiayaan Rp 13,4 miliar, dan DPK Rp 12 miliar. Rata-rata cash ratio juga berada di atas 10 persen. gie

Selasa, 14 Juli 2009

Pinbuk Proses Standarisasi TI BMT Shar-E

JAKARTA –- BMT Shar-E yang merupakan kerja sama antara Bank Muamalat dengan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) terus dikembangkan. Untuk meningkatkan layanan pada anggota BMT tersebut juga akan dilengkapi dengan teknologi informasi (TI) yang telah terstandarisasi.

Direktur Eksekutif Pinbuk, Aslichan Burhan mengatakan standarisasi TI tersebut dilakukan untuk mendorong kemajuan teknologi transaksi di BMT. Di tahap awal, lanjutnya, BMT akan memiliki laporan yang dapat diupdate setiap hari. “Nantinya ke depan akan dikembangkan agar BMT bisa bertransaksi online dengan BMT lainnya,” kata Aslichan kepada Republika, Selasa (14/7). Namun untuk menuju ke sana, tambahnya, masih butuh waktu karena secara operasional memerlukan kebijakan antar BMT.

Untuk BMT Shar-E, papar Aslichan, sekitar 80 persennya sudah memiliki TI terstandar dan sisanya masih dalam proses. “Untuk online sudah siap tinggal tergantung dari server Bank Muamalat,” kata Aslichan. Dari 500 BMT yang dipersiapkan sudah terdapat sekitar 380 BMT Shar-E yang telah beroperasi. Untuk sisa BMT tersebut saat ini pihaknya tinggal menunggu dari Bank Muamalat untuk memfasilitasi hardware dan kantor. Bagi yang sudah beroperasi pun BMT sedang menunggu proses penguatan dari Bank Muamalat terutama untuk pembiayaan.

Berdasar data Pinbuk, total 500 BMT Shar-E tersebar di 12 provinsi, yaitu SRata Penuhumatera Barat (13 unit), Sumatera Utara (90 unit), Lampung (26 unit), Banten (35 unit), Jakarta (55 unit), Jawa Barat (97 unit), Jawa Tengah (64 unit), Yogyakarta (15 unit), Jawa Timur (35 unit), Sulawesi Selatan (50 unit), Sulawesi Tengah (15 unit) dan Sulawesi Utara (5 unit). gie/kpo

Kamis, 02 Juli 2009

Utang Negara dalam Syariah

Oleh: Irfan Syauqi Beik (Dosen FEM IPB)

Beratnya beban utang yang harus dipikul Indonesia tampaknya akan tetap menjadi salah satu PR besar bagi ketiga pasangan capres-cawapres, baik SBY-Boediono, JK-Wiranto, maupun Mega-Prabowo, apabila mereka terpilih nantinya dalam pilpres mendatang. Dalam lima tahun terakhir, jumlah utang mengalami peningkatan secara signifikan, dari Rp 1.275 triliun pada 2004 menjadi Rp 1.704 triliun pada 2009. Dengan peningkatan sebesar itu, setiap tahunnya terdapat penambahan utang baru sebesar Rp 97 triliun. Akibatnya, setiap penduduk Indonesia harus menanggung beban utang Rp 7,4 juta.

Fakta ini kemudian dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk menyerang pasangan incumbent . Namun demikian, respons pemerintah via Menkeu Sri Mulyani mencoba menepis kekhawatiran akan bahaya utang bagi kedaulatan negara. Ia menegaskan bahwa meski secara nominal jumlah utang meningkat, berdasarkan rasio utang terhadap PDB, angkanya mengalami penurunan dari 54 persen pada tahun 2004 menjadi 32 persen pada 2009. Sebuah pernyataan yang kemudian mengundang reaksi karena beban APBN untuk membayar utang plus bunganya sangat besar. Tahun ini saja, APBN kita telah menganggarkan Rp 110 triliun untuk membayar bunga utang. Belum lagi ditambah dengan faktor kedaulatan dan kemandirian bangsa di mata dunia.

Pertanyaannya sekarang, bagaimana strategi bangsa agar bisa keluar dari perangkap utang yang sangat memberatkan ini? Inilah yang harus dikritik dari ketiga pasangan capres dan cawapres yang ada. Hingga saat ini, ketiganya belum memberikan arah kebijakan yang tegas mengenai solusi terhadap utang negara. Artikel ini mencoba mengkaji secara singkat konsep utang berdasarkan perspektif ekonomi syariah.

Prinsip utang
Sesungguhnya, utang dalam ajaran Islam merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan. Ia telah menjadi bagian dari sunnatullah sehingga Allah SWT pun mengizinkan adanya utang ini. Dalam QS Albaqarah: 282 misalnya, disebutkan di awal ayat bahwa jika seorang yang beriman ingin berutang kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu, hendaknya ia mencatatnya. Ini menunjukkan bahwa utang merupakan sesuatu yang diperbolehkan selama memenuhi sejumlah prinsip dan etika pokok. Jika etika dan prinsip pokok ini dilanggar, itu akan menimbulkan kemudharatan yang sangat besar.

Pertama, harus disadari bahwa utang itu adalah alternatif terakhir ketika segala usaha untuk mendapatkan dana secara halal dan tunai mengalami kemandekan alias the last option . Ada unsur keterpaksaan di dalamnya dan bukan unsur kebiasaan. Ini adalah dua hal yang berbeda. "Keterpaksaan" mencerminkan semangat membangun kemandirian dan berusaha mengoptimalkan potensi yang ada semaksimal mungkin. Namun, karena keterbatasan yang tidak sanggup diatasi, akhirnya terpaksa memilih jalan utang. Sedangkan, 'kebiasaan' mencerminkan prinsip jalan pintas dengan cara termudah sehingga unsur kerja kerasnya menjadi sangat minimal. Belum apa-apa sudah berpikir akan berutang.

Dalam konteks negara, harus dilihat secara cermat, apakah kebijakan utang yang selama ini dilakukan telah memenuhi unsur 'keterpaksaan' atau justru menjadi 'kebiasaan'? Apakah tidak ada alternatif lain yang dapat dilakukan sebelum pemerintah terpaksa harus berutang? Harus diingat, ajaran Islam menegaskan bahwa orang berutang yang tidak mampu menunaikan kewajibannya diharamkan baginya untuk masuk surga sampai urusan utang piutangnya diselesaikan terlebih dahulu. Tidak hanya itu, mereka pun akan dibiarkan dalam keadaan terlunta-lunta di yaumil akhir nanti dan tidak akan ditanya oleh Allah SWT (Alhadis). Dalam konteks utang negara, siapa yang akan bertanggung jawab di akhirat nanti jika negara ini tidak mampu membayar utangnya hingga hari kiamat? Karena itu, berhati-hatilah wahai para pengambil kebijakan.

Prinsip kedua, jika terpaksa berutang, jangan berutang di luar kemampuan. Inilah yang dalam istilah syariah disebut dengan ghalabatid dayn atau terlilit utang. Ghalabatid dayn ini akan menimbulkan efek yang besar, yaitu qahrir rijal atau mudah dikendalikan pihak lain. Oleh karena itu, Rasulullah SAW selalu memanjatkan doa agar beliau senantiasa dilindungi dari penyakit ghalabatid dayn yang akan menyebabkan harga diri atau izzah menjadi hilang. Apalagi, jika yang mengendalikannya adalah musuh yang memiliki niat buruk dan kebencian yang luar biasa.

Dalam konteks negara, harus dianalisis apakah kebijakan utang selama ini dilakukan sesuai dengan kemampuan bangsa atau justru di luar kemampuan bangsa untuk mengembalikannya? Karena, jika tidak sesuai dengan kemampuan, efek berikutnya pastilah Indonesia akan dengan mudah dikendalikan oleh pihak kreditor. Jadi, jangan heran jika Barat melalui Bank Dunia dan IMF dapat mendikte sejumlah kebijakan ekonomi nasional. Apalagi, jika ternyata utang tersebut dikorupsi dan dikelola secara tidak efisien, bertambah besarlah kemudharatan yang diderita bangsa ini. Wajarlah jika Rasulullah SAW mengingatkan dalam sebuah hadisnya, "Barang siapa yang punya utang, ia akan bingung di malam hari dan akan hina di siang hari."

Prinsip ketiga, jika utang telah dilakukan, harus ada niat untuk membayarnya. Rasulullah SAW menyatakan, "Barang siapa yang memiliki utang dan punya niat membayar, sebesar apa pun utangnya akan mampu dibayarnya. Barang siapa berutang, namun tidak ada niat membayarnya, sekecil apa pun utangnya, dia tidak akan mampu membayarnya. " Hadis ini mengisyaratkan bahwa komitmen untuk mengembalikan utang merupakan sebuah keniscayaan. Apalagi, dalam hadis lain, Rasulullah SAW menyatakan bahwa mathlul ghaniyyu dzulmun yuhillu hirdhahu , yaitu menelat-nelatkan utang bagi yang mampu merupakan sebuah kezaliman sehingga diperbolehkan untuk mempermalukannya.

Dalam konteks mikro, akan sangat mudah menerapkan prinsip ini. Misalnya, pengusaha yang mengemplang utang boleh saja dipermalukan dengan cara menyita asetnya, melarang bepergian ke luar negeri, atau menghukum dengan hukuman yang berat. Persoalannya, bagaimana pada tingkatan makro, apalagi terkait dengan hubungan antarnegara jika Indonesia berusaha melakukan upaya rescheduling utang atau bahkan penghapusan utang? Menurut penulis, upaya untuk meminta penghapusan utang merupakan hal yang sah-sah saja, apalagi jika ternyata manfaat utang tersebut justru lebih banyak dinikmati asing, sebagaimana yang dinyatakan oleh ekonom Dradjad H Wibowo bahwa 70 persen manfaat utang kembali ke negara kreditor. Negara tidak perlu malu untuk meminta penghapusan utang.

Solusi alternatif
Menyikapi kondisi di atas, paling tidak ada dua solusi pokok yang dapat dijadikan sebagai jalan keluar. Pertama, semangat kemandirian dan kerja keras harus terus-menerus ditumbuhkan, baik di kalangan pemerintahan, pengusaha, maupun rakyat, secara keseluruhan. Mental sebagai peminta-minta harus dihilangkan. Semangat kemandirian ini harus menjadi paradigma yang mendasari sebuah kebijakan, apalagi bangsa Indonesia dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa oleh Allah SWT.

Kedua, sudah saatnya ekonomi syariah dijadikan sebagai dasar kebijakan ekonomi negara. Kekhawatiran akan isu sektarian adalah kekhawatiran yang sangat mengada-ada. Ekonomi syariah secara otomatis akan pro sektor riil dan pro rakyat. Ada banyak instrumen yang dapat digunakan untuk menyubstitusi utang, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Potensi minimal zakat Rp 20 triliun yang bersumber dari kekuatan domestik rakyat merupakan pilihan yang tepat. Dengan syarat, dikelola secara amanah dan profesional.

Belum lagi ditambah dengan potensi aset wakaf yang mencapai Rp 600 triliun dan wakaf tunai yang jumlahnya bisa mencapai angka puluhan triliun setiap tahunnya. Pertanyaannya, apakah ketiga pasangan capres-cawapres ini mau secara serius mengimplementasikan kebijakan berbasis ekonomi syariah? Sangat disayangkan jika masih ada pihak yang meragukan keampuhan ekonomi syariah. Wallahu'alam.

Irfan Syauqi Beik
www.irfansb. blogdetik. com
Dept of Economics, Bogor Agricultural University, Indonesia
(www.ipb.ac. id)
PhD candidate in Islamic Economics,
Kulliyyah of Economics and Management Sciences,
International Islamic University Malaysia
(www.enm.iiu. edu.my)
Mob. No. +6016 9784826

Minggu, 28 Juni 2009

Siasati titik jenuh

Perluasan jaringan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan market share perbankan. Selain memperluas bisnis juga menghindari dari titik jenuh nasabah di suatu wilayah.

Direktur Utama BPRS Suriyah, Ahmad Mujahid mengatakan perluasan kantor menjadi sesuatu yang diperlukan bagi lembaga keuangan syariah yang memang telah siap baik dari sisi SDM, teknologi dan permodalan. “Kalau berkutat di satu tempat saja tentu ada titik jenuh dalam mengembangkan bisnis,” kata Mujahid.

Untuk itu ia berkeberatan dengan rancangan draf PBI BPRS yang membatasi ruang gerak BPRS hanya di kabupaten/kota tempat BPRS berdomisili.

Jika pembatasan tersebut jadi dilakukan, lanjutnya, BPRS tak akan dapat berkontribusi banyak untuk mendorong akselerasi industri perbankan syariah Indonesia. “Padahal jika BPRS tak punya cukup modal atau SDM pun BPRS tak akan berani untuk membuka cabang di luar wilayahnya,” ujar Mujahid.

BPRS Suriyah yang berlokasi di Cilacap ini telah memiliki empat kantor kas dalam waktu empat tahun sejak pendiriannya dengan total aset saat ini Rp 15,6 miliar. Di masa mendatang BPRS tersebut juga memiliki rencana untuk membuka jaringan di luar Cilacap seperti di Semarang, Purworejo atau Banjarnegara.

“Kita melihat potensi di luar cukup bagus dan berkembang, sehingga berencana membuka cabang di luar Cilacap,” kata Mujahid. Daerah seperti Purworejo, lanjutnya, menjadi wilayah potensial karena belum ada BPRS disana.

Berdasar data publikasi BI per April 2009 terdapat 133 BPRS dengan jumlah kantor 209 unit. Tercatat BPRS memiliki aset Rp 1,7 triliun, DPK Rp 1 triliun dan pembiayaan Rp 1,3 triliun. Sementara di periode sama tahun lalu BPRS memiliki aset Rp 1,3 triliun, DPK Rp 772 miliar dan pembiayaan Rp 944 miliar.

Rabu, 24 Juni 2009

Paus Akui Keunggulan Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah kini makin menarik minat berbagai tokoh dunia, tak terkecuali Paus Benedictus XVI. Melalui majalah Le Observatorio, yang merupakan majalahnya Vatikan, pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia itu mengatakan bahwa negara-negara Barat harus belajar dari ekonom syariah.

Christine Lagarde, menteri keuangan Prancis menegaskan, ‘’Yang kita butuhkan saat ini adalah ekuitas, sistem bagi hasil, moralitas, beretika, dan realita, transaksi riil.’‘

Dalam pandangan Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) A Riawan Amin, pernyataan Paus Benedictus dan Christine Lagarde itu merupakan pengakuan terhadap keunggulan ekonomi syariah. ‘’Sebetulnya, di samping komentar yang umum berdasarkan current islamic finance, Paus Benecditus justru menyentuh hal yang paling mendasar yang belum disentuh perbankan syariah sekarang ini. Yaitu, semua masalah keuangan dan ekonomi saat ini adalah akibat dari uang itu adalah sebuah ilusi,’‘ tutur Riawan.

Apa itu ilusi? Bentuk terbaik dari ilusi adalah uang kertas dan koin. Tapi, kertas dan koin adalah minoritas dari uang beredar yang kebanyakan dalam bentuk ilusi bite dalam komputer perbankan dan catatan akuntansi bank. ‘’Ini sumber semua masalah. Pada saat uang itu bukan sesuatu yang riil, maka uang akan dapat dimanipulasi oleh orang, institusi, tokoh tertentu yang punya akses dan otoritas untuk memanipulasi dan menggelembungkannya,’‘ papar Riawan.

Krisis ekonomi yang melanda dunia saat ini, menurut pakar ekonomi syariah, Muhammad Syafi’i Antonio, harus segera diatasi dengan sistem ekonomi syariah. ‘’Krisis ekonomi global telah mengubah pandangan dunia terhadap ekonomi Islam. Sistem ini dianggap sebagai sistem ekonomi alternatif. Tidak hanya di negaranegara Timur Tengah, tapi juga di Inggris, Italia, Hongkong, Cina, Malaysia, and Singapura,’‘ jelasnya pada acara Asia Pacific Conference Exhibition (Apconex) di Jakarta Convetion Center, baru-baru ini.

Seperti diketahui, Inggris saat ini merupakan negara di Eropa dengan jumlah Bank Umum Syariah (BUS) terbanyak. Menurut Syafi’i yang juga anggota Komite Ahli Bank Indonesia, di saat krisis global yang terburuk sekalipun, ekonomi Islam tetap stabil. ‘’Ekonomi Islam yang direpresentasikan perbankan syariah justru tidak terimbas krisis,’‘ ungkapnya.

Syafi’i menegaskan, perbankan syariah menjadi pilihan karena lebih komprehensif dan progresif. ‘’Selain itu, ekonomi syariah jauh lebih menarik, simpel, universal, dan sangat mengun tungkan,’‘ papar Syafi’i Antonio.

Direktur Islamic Research and Training Institute (IRTI), Bambang PS Brodjonegoro mengemukakan Jakarta dapat menjadi pusat keuangan syariah paling cepat pada 2015 mendatang. ‘’Jakarta bisa menjadi pusat keuangan syariah saat size industri keuangan syariah sudah cukup besar dan lembaga keuangan syariah bermain di level internasional. Paling cepat 2015 Indonesia jadi pusat keuangan syariah karena masih banyak hal yang mesti dipersiapkan seperti infrastuktur,’‘ kata Bambang saat menghadiri seminar Islamic Finance In The Turbulence Timesdi Fakultas Ekonomi UI, pekan silam.

Ia menambahkan, kota-kota lain di dunia telah memproklamasikan diri untuk menjadi pusat keuangan syariah. Sebut saja London, Hongkong, dan Kuala Lumpur. ‘’Kota seperti London dan Hongkong sudah terbiasa menjadi pusat keuangan lain, sehingga infrastruktur telah siap. Namun, bagi Indonesia harus tersusun program yang mapan dan terstruktur dengan didukung oleh riset penelitian,’‘ ujarnya.

Bambang mengungkapkan, Jakarta memiliki potensi lokal untuk berkembang menjadi pusat keuangan syariah. Selain itu, jumlah penduduk mayoritas Indonesia adalah umat Muslim. ‘’Hal yang menjadi tantangan adalah bagaimana merebut hati masyarakat Indonesia untuk menggunakan keuangan syariah dan dapat bersaing dengan bank konvensional,’‘ tandasnya.

Karena itu, kata dia, industri keuangan syariah harus terus mengembangkan produknya tak hanya perbankan tetapi juga industri asuransi dan pasar sukuk. ‘’Produk-produk perbankan syariah pun harus lebih familiar sehingga bisa meningkatkan awareness terhadap keuangan syariah,’‘ tandas Bambang PS Brodjonegoro. fai/ikaRata Penuh

Kamis, 11 Juni 2009

Aset BPRS Sragen Tumbuh Enam Kali Lipat

Kurang dari satu tahun pengoperasiannya BPRS Sragen mencatat pertumbuhan aset enam kali lipat. BPRS yang mulai beroperasi pada Juni 2008 itu mencatatkan nilai aset Rp 12 miliar per Mei 2009, berlibat dari Rp 2 miliar setahun sebelumnya.

Direktur Utama BPRS Sragen, Sunaryo, mengatakan pertumbuhan aset tersebut didukung peningkatan signifikan pada penghimpunan DPK. Tercatat dana DPK melesat dari Rp 259 juta menjadi Rp 8,7 miliar, serta pembiayaan dari Rp 357 juta menjadi Rp 8,2 miliar.

"Pertumbuhan pesat itu tak terlepas dari kepedulian Pemkab Sragen yang ikut menyosialisasikan BPRS Sragen pada masyarakat, serta dukungan sejumlah mitra,"kata Sunaryo, Rabu (10/6). Tercatat BPRS Sragen telah bekerja sama dengan sembilan lembaga mitra, yaitu Yayasan Damandiri, Lembaga Pendidikan Yayasan Az Zahrah, Lembaga Pendidikan Sekolah Internasional Kroyo, Lembaga Pendidikan YAPPI, Bagian Kesra Kabupaten Sragen, BPRS Margirizki Bahagia, RSUD Sragen, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenpera, dan Bapertarum-PNS.

Agak berbeda dengan lembaga keuangan syariah lainnya, BPRS Sragen menetapkan porsi mayoritas pembiayaannya sebesar 60 persen bagi pembiayaan perumahan, sementara sisanya ke usaha mikro. Tahun ini BPRS Sragen menargetkan bisa membiayai 2.000 unit rumah. Rinciannya, jenisnya terdiri dari 1.500 KPRS dan 500 KPR.

Melalui kerja sama dengan Kemenegpera, BPRS Sragen mendapat kuota 500 unit untuk KPRS bersubsidi. Namun melihat peluang pasar yang bisa mencapai 1.000 unit, Sunaryo mengatakan pihaknya akan mengajukan tambahan kepada Kemengpera. "Permintaan masyarakat Sragen untuk perumahan sangat banyak, bisa mencapai 5.000 unit per tahun,"kata Sunaryo. Hingga saat ini, menurut dia, pihaknya telah mengajukan 860 unit rumah ke Kemenegpera, namun yang baru dicairkan sekitar 394 unit rumah.

Modal disetor BPRS Sragen sendiri terus ditingkatkan. Di masa awal pendiriannya pada Mei 2008 BPRS Sragen memiliki modal disetor Rp 1 miliar. Namun memasuki 2009, modal disetor itu bertambah menjadi Rp 2,8 miliar. "Pada rapat umum pemegang saham luar biasa akhir bulan lalu, modal disetor disepakati menjadi Rp 3,1 miliar,"kata Sunaryo. gie

Minggu, 07 Juni 2009

BMT dan Koperasi Tertarik Tabungan M-Dinar

JAKARTA -– Teknologi M-Dinar yang diperkenalkan oleh Gerai Dinar Indonesia (GDI) di awal tahun ini dikembangkan menjadi infrastruktur produk GDI bernama Tabungan M-Dinar.

Dalam pengembangannya GDI bekerja sama dengan BMT dan saat ini sudah ada 20 BMT dan koperasi yang tertarik untuk mengembangkan produk itu.

Saat ini GDI baru menjalin kerja sama dengan BMT Daarul Muttaqiin, namun GDI membuka kesempatan pada BMT lainnya untuk bergabung.

“Sekarang sudah ada sekitar 20 BMT dan koperasi yang tertarik untuk mengembangkan tabungan M-Dinar, dimana dari jumlah itu dua sampai tiga di antaranya adalah koperasi,” ujar Pemilik GDI, Muhaimin Iqbal, Kamis (4/6).

Bagi BMT yang merupakan lembaga keuangan mikro syariah, terang dia, pihaknya membuka pintu bagi seluruh lembaga tersebut. Namun bagi koperasi ditetapkan syarat bahwa lembaga tersebut harus bisa mengembangkan produk berbasis Islam dan bebas riba.

Muhaimin mengatakan dengan adanya tabungan M-Dinar di BMT membuat BMT memiliki keunggulan produk tersendiri dari perbankan. “Jenis tabungan dinar seperti ini tidak ada di dunia perbankan jadi produk itu menjadi inovasi dan daya tarik tersendiri bagi BMT,” kata Muhaimin.

Tabungan tersebut menggunakan akad mudharabah, sehingga nasabah akan menerima bagi hasil setelah dananya diinvestasikan ke sektor riil yang didanai BMT. Dengan akad tersebut anggota juga tidak dikenai biaya penyimpanan.

- gie/ahi

Minggu, 31 Mei 2009

Pasar BMT Masih Terbuka Lebar

Seiring dengan perbankan syariah yang mulai memasuki sektor keuangan mikro, BMT sebagai lembaga yang selama ini fokus ke sektor tersebut akan langsung berhadapan dengan bank syariah. Kondisi krisis ekonomi global yang terjadi membuat sektor mikro dilirik banyak pihak.

Namun CEO Permodalan BMT, Saat Suharto mengatakan pangsa pasar untuk jumlah pembiayaan yang selama ini menjadi fokus BMT masih sangat terbuka lebar. Pasalnya portofolio pembiayaan BMT yang lebih kecil dibanding lembaga keuangan lain membuat BMT dapat tetap bersaing.

“Ada beberapa pengusaha yang hanya dapat dibiayai BMT dan hanya BMT yang sanggup dan memiliki sistem kesitu,” kata Saat kepada Republika, Kamis (28/5).

Hal itulah, lanjutnya, yang menjadikan BMT institusi yang selalu diajak kerjasama untuk penyaluran lembaga keuangan lainnya.

BMT yang memiliki portofolio hingga di bawah Rp 1 juta dapat menjangkau usaha-usaha mikro yang membutuhkan dana sedikit.

Ia memberi contoh bank yang masuk ke sektor mikro memiliki portofolio hingga jutaan bahkan puluhan juta rupiah, berbeda dengan BMT yang portofolionya lebih kecil.

Walau industri perbankan mulai memasuki sektor keuangan mikro, lanjut Saat, hal tersebut dapat dipandang positif dari sisi memberi supply terhadap kebutuhan pendanaan di sektor mikro.

Namun menurutnya hal yang harus diperhatikan adalah dapat hilangnya kompetensi inti dari perbankan yang ada. Pasalnya dengan bank masuk ke sektor mikro akan menjadikan bangunan keuangan Perbankan Indonesia terganggu karena tidak terjadinya fokus pada pembiayaan perbankan.

“Jadi semua dikerjakan dan pada akhirnya bentuk semua produk perbankan Indonesia akan mirip karena terjadinya product mirroring,” ujar Saat.

Menurut Saat, tantangan riil BMT sekarang ini adalah bagaimana BMT menjadi lembaga keuangan yang konsisten memberikan pembiayaan mikro mengingat proporsi pembiayaan ke sana masih sangat sedikit dalam keseluruhan portofolio keuangan di Indonesia.

Selain itu, lanjutnya, secara konsisten memberikan pembiayaan untuk sektor-sektor usaha produktif dan mampu menjalankan fungsi intermediary dengan benar dan bertanggung jawab.

“Dengan demikian BMT diharapkan menjadi salah satu cara bagi berlangsungnya keadilan distributif atas alokasi dana pada pengusaha mikro,” kata Saat.-

Jumat, 29 Mei 2009

BMT lebih unggul dari Unit mikro Bank

Perbankan yang memasuki sektor keuangan mikro menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi BMT. Untuk itulah di tengah maraknya pembukaan unit mikro bank besar, BMT harus bisa tetap mempertahankan keunggulannya.

Direktur BMT Bina Ihsanul Fikri, M Ridwan mengatakan dalam menghadapi persaingan dengan bank dan lembaga keuangan lain yang masuk ke sektor mikro BMT lebih memiliki keunggulan. “BMT punya kedekatan dengan anggotanya, bisa duduk sambil makan bareng, sementara kalau bank tidak bisa melakukan itu,” kata Ridwan saat dihubungi Republika, Kamis (28/5).

Dengan kedekatan personal itulah maka BMT bisa memberikan perhatian lebih kepada anggotanya. Selain itu layanan BMT pun lebih luas hingga masuk ke pelosok.

Meski demikian, lanjutnya, agar tak terjadi persaingan secara langsung sebaiknya bank besar membuat jaringan dan bekerja sama dengan BMT. “BMT yang menjadi ujung tombak, sedangkan bank cukup menyalurkan melalui BMT,” kata Ridwan. Untuk itu jaringan dan kerja sama dengan lembaga keuangan lainnya perlu ditingkatkan.

Walau saat ini perbankan mulai marak masuk ke sektor mikro, ia mengungkapkan saat ini pihaknya belum terlalu terpengaruh secara langsung dengan kehadiran unit mikro bank besar. Tercatat setiap bulannya BMT Bina Ihsanul Fikri dapat menyalurkan rata-rata pembiayaan sebesar Rp 1,2 miliar di tahun ini. Memasuki 2009 BMT ini memiliki target pembiayaan Rp 13,3 miliar, aset meningkat menjadi Rp 18,6 miliar, funding Rp 9,5 miliar dan laba Rp 196 juta.

Kamis, 21 Mei 2009

IPB Bangun Lab Keuangan Mikro

BOGOR -- Tak lama lagi Institut Pertanian Bogor (IPB) akan memiliki Laboratorium Keuangan Mikro hasil kerja sama dengan Perum Pegadaian. Rencana itu diwujudkan dengan dilakukannya penandatanganan naskah kerja sama antara Rektor IPB, Dr.Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc dengan Direktur Utama Perum Pegadaian, Chandra Purnama di IPB International Convention Center Kota Bogor, baru-baru.

"Dalam laboratorium yang akan dibangun ini, IPB akan mengembangkan model-model usaha yang bisa dibiayai dari lembaga keuangan mikro seperti yang selama ini dilakukan oleh perum pegadaian," ujar Wakil Rektor Bidang Riset dan Kerjasama, Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng dalam siaran persnya. Rabu (20/5).

Menurut Anas,langkah tersebut dilakukan dalam upaya mengantisipasi ramalan tahun 2012 yakni adanya siklus 24 dari Badai Matahari. "Yang terjadi adalah kita akan mengalami kemarau panjang selama sembilan bulan, kita harus mengantisipasi dan harus ada langkah-langkah keuangan mikro," ujarnya.

Chandra Purnama mengatakan bahwa Perum Pegadaian mempunyai tekad untuk menjadi champion dalam pembiayaan UMKM di Indonesia. "Dunia sudah berubah. Artinya, yang besar tidak bisa mengalahkan yang kecil namun yang cepat bisa mengalahkan yang lambat," ujarnya.man

Selasa, 19 Mei 2009

Pembiayaan Permodalan BMT Meningkat 100 Persen

JAKARTA - Penyaluran pembiayaan PT Permodalan BMT Ventura telah mencapai Rp 19,8 miliar hingga kuartal I 2009. Jumlah tersebut meningkat lebih dari 100 persen dibanding periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 9,5 miliar.

CEO PT Permodalan BMT Ventura, Saat Suharto mengatakan pihaknya tetap optimis dapat mencapai target tahun ini sebesar Rp 50 miliar. Pasalnya walau di tengah krisis ekonomi yang terjadi UKM dapat tetap mempertahankan usahanya. Kendati telah mencapai sekitar 40 persen dari target tahun ini, namun Saat mengungkapkan pihaknya belum akan merevisi target di awal tahun. "Kita melihat UKM masih tetap jalan tapi kita juga masih melihat size of fund dari pihak-pihak yang mungkin ada kaitan dengan krisis ekonomi," kata Saat kepada Republika, Senin (18/5).

Untuk merevisi target pencapaian tahun ini, pihaknya pun akan melihat kinerja hingga pertengahan tahun terlebih dulu. Dalam menyalurkan pembiayaan, Permodalan BMT memperoleh sumber dana dari bank syariah, venture capital dan perorangan. Untuk bank syariah, Permodalan BMT bekerja sama dengan BTN Syariah. Hingga saat ini total modal yang diperoleh dari unit usaha syariah BTN tersebut mencapai Rp 15 miliar.

Saat menambahkan hingga saat ini dari sisi permintaan pembiayaan dari BMT kepada pihaknya tak mengalami penurunan. "Untuk permintaan cenderung menunjukkan peningkatan. Kami menduga BMT masih melihat sumber pendanaan dari kami masih relatif lebih murah dibandingkan sumber-sumber lain," ujar Saat.

Untuk strategi di tahun ini, lanjutnya, Permodalan BMT akan melakukan ekspansi keanggotaan BMT Center. Pasalnya seluruh penerima pembiayaan dari Permodalan BMT diwajibkan menjadi anggota BMT Center. Selain itu strategi lainnya adalah dengan memperbesar portofolio pembiayaan ke BMT-BMT yang memiliki track record pembiayaan yang lancar atau performa keuangannya baik. Hingga akhir 2008 anggota BMT Center mencapai 138 unit dengan jumlah kantor 348 buah.

Dari penyaluran pembiayaan tahun ini sektor perdagangan memiliki porsi terbesar dengan 63 persen, sementara sisanya ke sektor jasa (22 persen), industri (6 persen), pertanian (7 persen), dan konsumtif (2 persen). Di kuartal I 2009 Permodalan BMT yang pembentukannya diinisiasikan oleh BMT Center dan Dompet Dhuafa Republika mencatat laba Rp 147 juta. Sementara untuk total aset per Maret 2009 sebesar Rp 23,4 miliar meningkat dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 13,7 miliar.

Sementara itu, Corporate Secretary BMT Al Ikhlas, Uang Wari mengatakan pihaknya mendapat pembiayaan dari Permodalan BMT sekitar Rp 500 juta di tahun ini. "Prosedur dan persyaratan Permodalan BMT cukup mudah, selain itu margin yang ditawarkan juga murah," kata Uang. Meski demikian, lanjutnya, BMT Al Ikhlas tak setiap tahun mengajukan pembiayaan melalui Permodalan BMT. BMT Al Ikhlas sendiri tercatat sebagai salah satu pelopor yang mendirikan BMT Center. gie/kpo
Subscribe to bisnis_syariah

Powered by us.groups.yahoo.com

Mau Klik Iklan diBayar Rupiah???